Liputan6.com, Jakarta - Peringatan HUT ke-72 RI di Istana Merdeka, Kamis 17 Agustus lalu menjadi momentum berkumpulnya para pemimpin negara seperti Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Formasi lengkap seperti itu sudah dinanti selama 13 tahun. Pertemuan itu sendiri tak lepas dari komunikasi Presiden Jokowi.
Baca Juga
Dengan berkumpulnya para pemimpin itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mendorong adanya pembentukan presidential club.
Advertisement
"Karena Bu Mega punya pengalaman mahal, Pak SBY punya pengalaman mahal, Pak Habibie punya pengalaman mahal, Pak Jusuf Kalla (JK) juga. Berikan ke Pak Jokowi indahnya," ucap Mardani di Jakarta Pusat, Sabtu 19 Agustus 2017.
Menurut anggota DPR Komisi II ini, pembentukan presidential club akan memberikan kesan politik di Indonesia tenang. Presidential club dapat mencontoh seperti yang dilakukan Presiden Amerika Serikat yakni George Bush dan Bill Clinton.
"Kalau di Amerika akrab, itu bisa mendinginkan suasana politik," jelas Mardani.
Tolak Gedung Baru DPR
Pada kesempatan ini, Mardani menyatakan penolakannya terhadap rencana pembuatan gedung baru DPR untuk menggantikan gedung Nusantara I di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.
Dia beralasan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedang mengalami pengeluaran yang lebih atau defisit. Sedangkan batas defisit anggaran sudah diatur dan dibatasi maksimal tiga persen berdasarkan Undang-Undang tentang Keuangan Negara.
"Karena masyarakat lagi ada pengetatan. Kalau udah tiga persen udah melanggar UU, mau ngapain, udah menolak," kata Mardani.
Sebelumnya, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR ingin membangun gedung baru. Kepala BURT Anton Sihombing menyatakan, tidak mau mati konyol bila terus menggunakan Gedung Nusantara I.
Ia menjelaskan Gedung Nusantara I awalnya dibangun untuk maksimal menampung 800 orang. Namun sekarang, setiap hari gedung itu bahkan menampung minimal 5 ribu orang.
"(Yang) terpenting itu over capacity, kita enggak mau dong mati konyol berjamaah," jelas Anton di kantor Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat 18 Agustus 2017.
Berdasarkan hasil audit Kementerian Pembangungan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menurut dia, Gedung Nusantara I mengalami keretakan dan dianjurkan diinjeksi.
Saksikan video menarik di bawah ini: