Liputan6.com, Jakarta - Karnaval Kemerdekaan Pesona Parahyangan 2017 rampung digelar di Bandung, Jawa Barat, Sabtu 26 Agustus 2017. Dalam acara itu, ada 2.500 peserta dari sejumlah daerah di Indonesia turut memeriahkan acara.
Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi juga ikut memeriahkan karnaval tersebut. Jokowi yang ikut ambil bagian dalam pawai karnaval ini mengenakan baju adat Sunda berupa beskap berwarna ungu dan ikat kepala makuta sinatria.
"Kota Bandung sepanjang Sabtu kemarin benar-benar meriah. Warga tumpah ruah di jalanan menyaksikan Karnaval Kemerdekaan Pesona Parahyangan dengan tema yang menggugah: Nyalakan Api Semangat Kerja Bersama," tulis Jokowi dalam akun Facebook-nya, Minggu (27/8/2017).
Advertisement
Jokowi menambahkan, Karnaval dimeriahkan berbagai komunitas budaya dan kreatif, dari Aceh hingga Papua. Tuan rumah juga mengundang kota-kota yang sering mengadakan festival tingkat internasional, seperti Jember Fashion Carnaval, Solo Batik Carnival, dan Tomohon International Flower Festival.
"Saya pun ikut karnaval di atas kendaraan hias berwujud kepala garuda, dengan mengenakan beskap berwarna ungu dan ikat kepala Makuta Sinatria," ujar Jokowi.
Menurut Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, makuta adalah mahkota, benda penutup kepala yang dipakai di atas kepala. Sementara sinatria adalah kesatria, suatu karakter, sifat, sikap yang berani, adil, tegas, dan jujur.
"Dalam budaya Sunda, pemakaian iket kepala menunjukkan pemimpin, seseorang yang sedang menjalankan tugas mulia, seseorang yang sedang mencari peningkatan kebaikan diri," ujar Bey melalui keterangan tertulisnya, Bandung, Sabtu 26 Agustus 2017.
Saksikan tayang video menarik berikut ini:
Tilu Eusi Diri
Dengan memakai rupa iket Sunda makuta sinatria, lanjut Bey, menunjukkan bahwa Jokowi memberikan wejangan kalau dirinya telah melaksanakan tilu eusi diri, yang artinya Tiga Sikap Diri.
Pertama, mencerminkan sikap berani dan adil dalam membuat pilihan dan keputusan demi menegakkan keadilan dan kebenaran sejati. Sikap selanjutnya adalah panceg yang berketetapan hati atau tegas, yakni selalu menggunakan suara hati nurani dalam mengemban tugas lahiriah maupun batiniah.
"Sikap terakhir adalah silih wangi atau saling mewangikan/saling memberikan kebaikan, seperti melindungi, mengayomi dengan sikap welas asih (kasih sayang) untuk pencapaian kebaikan dan kesejahteraan bersama. Menjalankan kebaikan untuk sesama, keluarga, masyarakat, negara juga pribadi diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa," jelas Bey.
Advertisement