Liputan6.com, Jakarta Bertempat di gedung KBRI London, Pemerintah Indonesia menggelar event Indonesia Briefing pada 19 September 2017. Event pertama kali diselenggarakan di London ini bertujuan sebagai forum untuk memberikan informasi mengenai perkembangan kondisi ekonomi, politik, sosial, dan budaya, serta berbagai peluang investasi dan perdagangan kepada stakeholder di Inggris.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris dan Irlandia, Dr. Rizal Sukma dalam pembukaannya menyampaikan bahwa Indonesia dengan credential sebagai negara demokrasi terbesar di dunia yang juga merupakan anggota G20 memiliki berbagai potensi yang belum terlalu mendapat perhatian dari kalangan bisnis di Eropa, khususnya Inggris.
Sementara itu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof. Dr. Yohana Yembise yang menjadi keynote speech menyampaikan ulasan mengenai perempuan Indonesia sebagai bagian penting pada proses pengambilan keputusan dalam pembangunan di Indonesia.
Advertisement
Indonesia oleh para kalangan usaha Inggris saat ini dianggap merupakan negara yang lebih terbuka dan kondusif bagi dunia usaha dengan outlook ekonomi yang stabil dan kuat guna mendorong berkembangnya kerja sama investasi dan perdagangan.
Richard Graham MP, Utusan Khusus Pemerintah Inggris Bidang Perdagangan untuk Kawasan Asia menyampaikan bahwa peluang kerja sama Indonesia dan Inggris masih sangat luas meliputi berbagai sektor, antara lain penerbangan (aviation), pertahanan, siber, pendidikan, maritim dan smart city.
Lebih lanjut, Peter Jacobs, selaku Head of Task Force persiapan pertemuan tahunan IMF – WB di Bali pada 2018 menyampaikan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah dari pertemuan tahunan IMF-WB pada Oktober 2018, yang akan dihadiri oleh perwakilan dari 189 negara.
Dipilihnya Indonesia sebagai tuan rumah karena pengakuan dunia terhadap stabilitas dan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah krisis global.
Iklim Usaha Indonesia Lebih Terbuka
Diskusi panel Indonesia Briefing dipandu oleh para pakar dan pemerhati di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Acara dibagi ke dalam 3 (tiga) sesi, yaitu update mengenai stabilitas politik dan makro ekonomi Indonesia.
Dipandu oleh Pooma Kimis, Deputy Managing Director OMFIF, sesi 1 menghadirkan panelis Dr. Aida Budiman, Direktur Eksekutif Departemen Internasional Bank Indonesia yang memaparkan outlook ekonomi Indonesia yang stabil dengan GDP di atas 5% dan tingkat inflasi yang masih terkontrol di 4%.
Hal ini tentunya menjadi faktor yang dapat menyakinkan kalangan dunia usaha Inggris untuk melakukan bisnis di Indonesia. Dalam hal ini Yohana Yembise menegaskan bahwa perempuan juga memainkan peran penting dalam ekonomi.
Sementara itu, Dr. Phillip J. Vermonte dari Centre for Strategic and International Studies pada sesi ini memperlihatkan bahwa Pemerintahan Joko Widodo memiliki tingkat kepercayaan dan kepuasan dari masyarakat yang masih cukup tinggi terutama di bidang ekonomi dan pembangunan, walaupun di tengah upayanya menghadapi permasalahan terkait pengangguran, kemiskinan, dan peningkatan harga bahan pangan.
Berdasarkan survey CSIS, elektabilitas pemerintah Jokowi masih dominan, namun perlu menggarap kalangan usia muda dengan pendidikan yang tidak terlalu tinggi.
Hal-hal penting yang mengemuka dan patut mendapat perhatian dari pertemuan ini adalah berbagai upaya pemerintah Indonesia dalam memperbaiki iklim usaha yang lebih terbuka dan kondusif melalui 16 paket kebijakan ekonomi.
Di antaranya peluang investasi di bidang pariwisata dan infrastrukstur; dan perlunya kalangan usaha Inggris yang akan melakukan bisnis di Indonesia untuk tidak terpaku di satu tempat saja tapi juga melihat peluang di berbagai wilayah Indonesia serta memahami karakteristik masyarakat dan budaya Indonesia.
Sebagai sesi penutup, dibahas pula mengenai pemberdayaan perempuan Indonesia, khususnya dalam politik dan pembangunan, perempuan dalam bisnis, peningkatan akses perempuan terhadap sektor keuangan.
(*)