Kenang Taufik Kiemas, PDIP Bangun Masjid di Lenteng Agung

Said Aqil mengaku sudah lama tidak bertemu dengan Megawati

oleh Taufiqurrohman diperbarui 15 Okt 2017, 06:39 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2017, 06:39 WIB
Jelang Pilkada, PBNU Doakan Jakarta Damai
Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj memberikan ceramah saat Istighotsah untuk Jakarta Damai di PBNU, Jakarta, Jumat (7/4). Istighotsah digelar untuk mendoakan Jakarta Damai jelang Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menemui Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di kediaman Presiden ke-5 RI itu, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

Said Aqil menyampaikan, ada beberapa hal yang dibahas dalam pertemunnya dengan Megawati di kediamannya yang berlangsung hampir satu jam tersebut. Ia mengaku sudah lama tak bersua dengan Mega.

"Kita tukar pikiran, PDIP akan membangun masjid besar di depan kantor di Lenteng Agung," kata Said Aqil di kediaman Megawati, Sabtu (14/10/2017) malam.

Saat membahas pembangunan masjid, Said Aqil mengaku sempat bertanya alasan bangunan masjidnya seperti bangunan khas Sumatera.

"Terus dijawab sama Bu Mega itu mengenang Pak Taufik Kiemas yang dari Sumatera," ujar dia.

Said Aqil pun memberikan masukan untuk nama masjid yang akan dibangun di depan Kantor DPP PDIP Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Ia menambahkan, rencana pembangunan masjid oleh PDIP juga untuk menepis partai berlambang banteng moncong putih tersebut kurang perhatian dengan Islam.

"Saya saran kalau begitu nama masjidnya Taufiqul Khair yang artinya kebaikan Taufiq. Ini juga untuk menepis PDIP kurang perhatian sama umat Islam. Di kantor DPP PDIP Diponegoro juga ada masjid di lantai bawah," beber Said Aqil.

Kedekatan Ulama dan Nasionalis

Said menambahkan, kedekatan NU dengan PDIP sudah terjalin sejak zaman perjuangan bangsa Indonesia. Dalam obrolannya dengan Megawati, juga dibahas hal tersebut termasuk situasi politik nasional.

"Ketiga pemetaan situasi nasional, kita semua NU dengan PDIP atau ulama dengan nasionalis selalu merapatkan barisan, selalu sama pemikiran dengan keberadaan NKRI ini. Kalau tidak sama, berarti mengingkari sejarah," kata Said Aqil.

Para kiai pendiri NU, Said menambahkan, juga selalu dekat dengan para toloh nasionalis termasuk Presiden pertama RI Sukarno.

"Dulu Bung Karno dekat dengan KH Wahab Hasbulloh, Islam NU selalu bergandengan tangan dengan nasionalis. Kalau sedikit saja tidak sama, berarti mengingkari sejarah," imbuh dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya