Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan Detasemen Khusus Antikorupsi terus digodok. Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian membeberkan dua alternatif bentuk kelembagaan.
Pilihan pertama dengan membentuk sistem satu atap. Dalam format ini, menurut Tito, Polri, Kejaksaan Agung, dan BPK, bergabung dalam Densus Antikorupsi.
Baca Juga
"Bentuk kekuatan kolektif kolegial dan sulit diintervensi. Satu bintang dua Polri, satu kejaksaan, satu BPK," ujar Tito saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (16/10/2017).
Advertisement
Opsi lain unsur Kejaksaan dan Polri berada di lembaga terpisah. Polanya mirip dengan Densus 88 Antiteror dalam penanganan kasus terorisme. Densus Antikorupsi akan langsung berkoordinasi dengan satgas khusus di Kejaksaan yang menangani tipikor.
"Tujuannya agar tidak ada bolak balik perkara ketika berkas selesai," kata dia.
Yang Pasti, Tito menegaskan, kehadiran Densus Antikorupsi nantinya bukan bertujuan menegasikan institusi-institusi lain. Terlebih, lanjut dia, untuk menyaingi KPK.
"Kasus korupsi luas sehingga bisa bagi tugas. Bukan menegasikan kejaksaan, karena tetap tangani penyidikan dan penuntutan di luar tim yang dimitrakan bersama dengan Densus,"Â pungkas Tito.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Â
Â
Minta Rp 2,6 triliun
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, pembentukan Densus Antikorupsi membutuhkan biaya besar.
"Totalnya adalah Rp 2,6 triliun," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi III di gedung DPR, Jakarta, Kamis 12 Oktober 2017.
Dana sebesar itu, kata Tito, akan dibagi untuk beberapa keperluan. Yang pertama, tutur Tito, Rp 786 miliar untuk belanja pegawai.
Kemudian, belanja barang untuk operasional penyelidikan, penyidikan dan lainnya sebesar Rp 359 miliar serta Rp 1,55 triliun digunakan untuk belanja modal. Termasuk untuk membuat sistem dan kantor, serta pengadaan alat penyelidikan, surveilance, dan penyidikan.
Polri akan membentuk satgas wilayah untuk mendukung kinerja Densus Antikorupsi. Tito menjelaskan lebih rinci, nantinya akan ada enam satgas wilayah tipe A, 14 satgas tipe B, dan 13 satgas tipe C. Adapun jumlah personel yang dibutuhkan 3.560.
"Ini bisa dipenuhi dari personel yang ada," tambah Tito.
Advertisement