KPK Gandeng TNI Melawan Gugatan Praperadilan Kasus Heli AW 101

Meski praperadilan ditujukan kepada KPK, koordinasi dengan Puspom TNI tetap perlu dilakukan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 27 Okt 2017, 20:25 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2017, 20:25 WIB
Febri Diansyah
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah (Liputan6.com/Helmi Fitriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) dalam melawan gugatan praperadilan yang diajukan pemilik PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh (IKS). Gugatan tersebut ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"KPK telah berkoordinasi dengan penyidik POM TNI pada Kamis 26 Oktober 2017 untuk menghadapi praperadilan yang diajukan oleh tersangka IKS," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (27/10/2017).

Irfan tak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pembelian helikopter jenis Agusta Westland 101 (AW 101) milik TNI Angkatan Udara. Sidang perdana praperadilan tersebut akan digelar pada 20 Oktober 2017.

Namun, sidang ditunda lantaran Biro Hukum KPK masih menyiapkan jawaban atas praperadilan tersebut.

Menurut Febri, meski praperadilan ditujukan kepada lembaga antirasuah, koordinasi dengan Puspom TNI tetap perlu dilakukan. Mengingat penyelidikan dan penyidikan kasus ini dilakukan secara bersama-sama oleh dua instansi tersebut.

"Meskipun praperadilan diajukan pada KPK, namun konsekuensi dari persidangan ini dapat berpengaruh pada penyidikan yang dilakukan oleh POM TNI. Karena salah satu aspek yang dipersoalkan adalah mekanisme koneksitas dalam penanganan perkara yang diduga melibatkan sipil dan militer," kata dia.

Padahal, lanjut Febri, mengacu pada keterangan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat konferensi pers di KPK, kerja sama dalam penanganan perkara dugaan korupsi ini menjadi perhatiannya. Ini sebagai bagian dari komitmen pemberantasan korupsi di TNI.

"Sedangkan KPK dan TNI mengusut kasus ini menggunakan mekanisme khusus Pasal 42 UU KPK," terang Febri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sesuai Undang-Undang

Pasal 42 Undang-Undang KPK sendiri mengatur kewenangannya dalam mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.

"Koordinasi lebih rinci akan dilakukan minggu depan dalam rangka menghadapi sidang praperadilan yang direncanakan dilakukan Jumat 3 November 2017 nanti," terang Febri.

Pada kasus ini, KPK telah menetapkan pemilik PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka korupsi pengadaan Heli AW 101. Perbuatan Irfan diduga merugikan negara hingga Rp 224 miliar.

Irfan diduga mengikutsertakan dua perusahaan miliknya, PT Diratama Jaya Mandiri dan PT Karya Cipta Gemilang, dalam proses lelang proyek tersebut. Hal tersebut terjadi pada April 2016.

Sebelum proses lelang, Irfan diduga sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter dengan nilai kontrak USD 39,3 juta atau sekitar Rp 514 miliar. Saat PT Diratama Jaya Mandiri memenangkan proses lelang pada Juli 2016, Irfan menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp 738 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya