Ketua Komisi III Berharap Densus Antikorupsi Segera Terbentuk

Ketua Komisi III Bambang Soesatyo menilai keberadaan satuan tugas ini dapat membantu pengawasan dan pengamanan dana desa serta daerah.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 02 Nov 2017, 12:52 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2017, 12:52 WIB
20160627- Komisi III Buka Puasa Bareng KPK-Jakarta- Helmi Afandi
Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo usai menghadiri buka puasa bersama di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/6). Buka bersama tersebut bertujuan menjalin keharmonisan antar lembaga parlemen dan lembaga. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo masih menginginkan pembentukan Detasemen Khusus Antikorupsi. Dia menilai keberadaan satuan tugas khusus ini dapat membantu pengawasan dan pengamanan dana desa serta daerah.

"Transfer dana daerah plus dana desa sudah mencapai kisaran Rp 760-an triliun. Sebaran transfer dana ke daerah mencakup 34 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota. Tahun 2017 ini, jumlah desa penerima dana desa tercatat 74.954 desa," ujar Bambang dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (2/11/2017).

Menurut dia, besaran serta luasnya wilayah yang mendapat transfer dana itu sudah menggambarkan beban pengawasan dan pengamanan yang tidak ringan. Pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut menilai, tantangan terbesar dalam kasus ini adalah memastikan transfer dana efektif, sesuai tujuannya. Oleh karena itu, lanjut dia, harus ada pendekatan baru pada aspek pengawasan dan pengamanan.

"Kalau tidak ada strategi baru, akibatnya sudah bisa diduga. Total dana pembangunan yang tidak efektif akan meningkat karena hanya diendapkan di bank oleh puluhan pemerintah daerah," ucap Bamsoet.

Dia menyebut Polri memiliki kesempatan besar karena jelajah kerjanya yang mencakup seluruh wilayah di Tanah Air.

"Unit-unit Densus Antikorupsi akan siaga dan bekerja di 34 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota serta 74.000 desa," tutur Bamsoet.

Jadi, dia menilai tidak ada yang salah dari langkah Polri membentuk Densus Antikorupsi. Dia meminta seluruh pihak tidak berlebihan dalam menyikapi inisiatif Polri ini.

"Sebab, Densus Tipikor sesungguhnya tak lebih dari eskalasi dan penajaman fungsi Polri dalam mengamankan kebijakan pembangunan nasional. Maka, penundaan fungsi Densus Tipikor jangan terlalu lama," kata Bamsoet.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Kekhawatiran Jusuf Kalla

Berkebalikan dengan Bamsoet, beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengingatkan potensi risiko yang mungkin muncul dari pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi. Ia menyebut sudah banyak lembaga yang mengawasi korupsi di Tanah Air.

Pemerintah dan birokrasi, kata dia, diawasi 6 institusi. Institusi itu adalah inspektorat, BPKP, BPK, Kejaksaan dan KPK.

"Nanti negara terlambat jalannya. Karena ada 6 institusi yang memeriksa birokrasi. Mungkin dari seluruh negara, Indonesia yang terbanyak," ungkap JK di Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.

Dia khawatir jika ditambah satu lagi, aparatur negara, terutama kepala daerah, justru takut mengeluarkan kebijakan.

"Iya (takut). Kalau tambah lagi satu, akhirnya apa pun geraknya, bisa salah juga," pungkas JK.

Oleh karena itu, dia meminta Polri tidak berlebihan dengan membentuk Densus Antikorupsi. "Jadi jangan berlebihan juga," kata JK usai menghadiri acara World Plantation Conferences and Exhibition (WPLACE) 2017.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya