Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim memvonis Buni Yani hukuman penjara selama satu tahun enam bulan. Buni Yani dijerat pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mengunggah serta menyunting keterangan video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Usai mendengarkan vonis Majelis Hakim, Buni Yani langsung berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya. Setelah itu, kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, pun menyatakan akan mengajukan banding atas vonis tersebut.
"Karena tidak didasarkan pada fakta-fakta tersidangan, maka kami akan banding," ujar Aldwin di Gedung Perpustakan dan Kearsipan Kota Bandung, Selasa (14/11/2017).
Advertisement
Ia pun lantas meminta penegasan hakim, apakah kliennya ini akan langsung ditahan atau tidak. "Karena dalam putusan tidak ada perintah eksekusi penanahan, jadi terdakwa tidak ditahan kan?"
Majelis hakim pun langsung serentak mengiyakan pertanyaan kuasa hukum Buni Yani dengan menganggukkan kepala. Artinya, Buni Yani tidak menjalani hukuman di balik penjara.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu apakah akan mengajukan banding atau tidak. Sebab, vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan yang diajukan JPU, yakni selama dua tahun penjara.
"Kami pikir-pikir dahulu selama tujuh hari," ucap jaksa.
Tuntutan Jaksa
Jaksa penuntut umum menuntut Buni Yani dihukum dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara. Dia dijerat pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dia diduga mengunggah serta menyunting keterangan video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun dan membayar denda Rp 100 juta atau diganti dengan tiga bulan kurungan," ucap ketua tim jaksa penuntut umum Andi M Taufik saat membacakan tuntutannya dalam sidang di Gedung Arsip, Jalan Seram, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa, 3 Oktober 2017.
Buni Yani menanggapi tuntutan dari jaksa tersebut sebagai bentuk kezaliman serta tidak berdasarkan azas keadilan. Dia juga tidak menyangka sebuah unggahan di laman Facebook mengubah hidupnya. Ia membantah melakukan ujaran kebencian dalam unggahannya.
"Saya berasal dari keluarga yang sangat plural. Kakek haji, saya punya saudara nikah dengan Hindu di Lombok, sepupu ibu saya nikah dengan Manado, pindah ke Kristen, kalau ada acara keluarga besar semua kumpul," ucap Buni Yani dalam pembelaannya.
Tak hanya itu, ia juga mengaku kuliah di Bali dan menjadi minoritas kala itu. Lalu, Buni juga mendapat beasiswa ke Amerika dan menjalani penelitian di Filipina.
Buni merasa dirinya dikriminalisasi. Ia pun memohon kepada pimpinan DPR untuk memperhatikan kasus ini.
"Kita ini ke DPR mudah-mudahan bisa ditindaklanjuti," jelas Buni.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement