Fahri Hamzah Akui Terima Surat Setya Novanto

Fahri mengusulkan agar MKD berpatokan pada hasil putusan hukum tetap kasus e-KTP yang menjerat Setnov.

oleh Ika Defianti diperbarui 22 Nov 2017, 07:05 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2017, 07:05 WIB
20161108-KLARIFIKASI FAHRI HAMZA-JT
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat menjadi pembicara diskusi publik "Menyikapi Tabir Aktor Politik Penunggang Demo 4 November di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (8/11). (Liputan6.com/JOhan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membenarkan ada surat yang merupakan tulisan Ketua DPR Setya Novanto beredar. Isi surat itu meminta agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak mengadakan rapat pleno untuk membahas status Setya Novanto atau Setnov di DPR. Surat itu, kata Fahri, juga telah diterima.

Fahri mengatakan, surat tersebut merupakan salah satu informasi bahwa Ketua Umum Partai Golkar sudah memutuskan adanya penundaan pergantian pimpinan DPR.

"Iya (sudah terima), surat itu memberikan informasi bahwa Ketum Golkar mengambil keputusan untuk memproses atau menunda proses pergantian," kata Fahri saat dihubungi di Jakarta, Selasa (21/11/2017).

Dia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang MD3, pergantian pimpinan DPR harus berdasarkan usulan fraksi yang direkomendasikan dengan tandatangan ketua umum ataupun sekretaris jendral (sekjen) partai, bukan pelaksana tugas (Plt).

"Maka surat itu tidak akan bisa diterima karena syarat pengajuan perubahan calon atau pimpinan DPR dalam UU MD3 mensyaratkan adanya tanda tangan dari ketum," ujar dia.

Karena hal itu, Fahri mengusulkan agar MKD berpatokan pada hasil putusan hukum tetap kasus e-KTP yang menjerat Setnov. Sebab saat pemeriksaan nanti, akan membutuhkan kehadiran saksi-saksi termasuk kehadiran Novanto.

"MKD sebaiknya menggunakan pasal tentang apabila sudah ditetapkan sebagai terdakwa, maka barulah yang bersangkutan bisa diproses. Saya kira itu akan lebih mudah bagi MKD," jelas Fahri.   

Putusan Golkar

Partai Golkar akhirnya selesai menggelar rapat pleno membahas masalah Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi e-KTP. Rapat pleno ini pun menghasilkan lima putusan.

"Rangkaian kesimpulan pertama menyetujui Idrus Marham sebagai Plt (pelaksana tugas) sampai ada putusan praperadilan," ujar Nurdin di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Selasa (21/11/2017).

Kedua, lanjut dia, apabila gugatan Setya Novanto diterima dalam proses praperadilan, maka tugas Plt Idrus Marham dinyatakan berakhir.

"Ketiga, apabila gugatan Setya Novanto dalam proses pengadilan ditolak, maka Plt bersama ketua harian melaksanakan rapat pleno untuk menetapkan langkah setelahnya untuk meminta Setya Novanto undur diri dari Ketua Umum Partai Golkar," kata dia.

Dan bila Setya Novanto tidak mengundurkan diri, lanjut Nurdin, maka rapat pleno memutuskan menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa atau munaslub.

"Keempat, Plt Ketua Umum khususnya yang bersifat strategis, harus dibicarakan dengan ketua harian, korbid, dan bendahara umum," ucapnya.

"Kelima, posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR menunggu putusan praperadilan,” sambung dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya