Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat aturan baru, yakni mengizinkan menteri, gubernur, hingga wali kota untuk maju di pemilihan presiden atau Pilpres 2024, tanpa mundur dari jabatannya.
Namun rupanya, ada sejumlah yang pihak yang menilai Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Permintaan Izin Cuti Dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum tersebut untuk kepentingan pribadinya sendiri.
Baca Juga
Hal itu pun ditanggapi Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi. Teddy menilai, siapa pun presidennya juga seharusnya menerbitkan peraturan tersebut.
Advertisement
"Sebagai bagian dari pendidikan politik, bahwa siapa pun Presidennya, wajib menerbitkan Peraturan Pemerintah ini, karena ini adalah perintah UU Pemilu dan hasil putusan MK," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Minggu (26/11/2023).
Dia menyebut, menteri itu dalam UU Pemilu harusnya mundur ketika maju jadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Tapi pasal itu dibatalkan oleh MK berdasarkan gugatan dari kami, Partai Garuda. Makanya Prabowo dan Mahfud Md walau sudah resmi menjadi capres dan cawapres masih menjadi Menteri aktif. Itu karena gugatan Partai Garuda," ucap Teddy.
Lalu, lanjut dia, apakah kepala daerah ketika maju jadi capres-cawapres menurut UU Pemilu harus mundur?
"Menurut UU Pemilu Pasal 170 ayat 1 dan pasal 171, kepala daerah tidak termasuk yang harus mengundurkan diri dan hanya perlu meminta izin Presiden ketika maju menjadi Capres Cawapres," terang dia.
"Tapi entah kenapa, yang pasti yang mereka lakukan adalah fitnah. Padahal Jokowi mengeluarkan peraturan karena ada putusan MK dan perintah UU Pemilu," jelas Teddy.
Â
Jokowi Buat Aturan Baru: Menteri hingga Wali Kota Ikut Pilpres 2024 Tak Perlu Mundur
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi membuat aturan baru, yakni mengizinkan menteri, gubernur, hingga wali kota untuk maju di pemilihan presiden (Pilpres) 2024, tanpa mundur dari jabatannya.
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Permintaan Izin Cuti Dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum. Aturan ini diteken Jokowi pada 21 November 2023.
"Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota," demikian bunyi Pasal 18 ayat 1 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan PP, Jumat 24 November 2023.
Berdasarkan Pasal 18 ayat 2, menteri dan pejabat setingkat menteri yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai capres-cawapres harus mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden.
Â
Advertisement
Aturan yang Sama bagi Gubernur
Jokowi mengizinkan menteri dan pejabat setingkat menteri melaksanakan kampanye dengan syarat, merupakan capres-cawapres, berstatus sebagai anggota partai politik, anggota tim kampanye atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Aturan yang sama juga berlaku bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota. Mereka dapat melakukan kampanye asalkan mengajukan cuti.
"Menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang melaksanakan harus menjalankan cuti," bunyi Pasal 31 ayat 3.
Berdasarkan Pasal 36, menteri dan pejabat setingkat menteri, serta gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota hanya diizinkan cuti selama satu hari kerja dalam satu minggu pada masa kampanye Pemilu.
"Hari libur merupakan hari bebas untuk melakukan kampanye pemilihan umum di luar ketentuan cuti," jelas Pasal 36 ayat 2.