Perang Strategi Setya Novanto Vs KPK, Siapa Menang?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau Setya Novanto kembali lepas dari jerat hukum kasus korupsi e-KTP.

oleh Devira PrastiwiNila Chrisna YulikaMuhammad Radityo PriyasmoroFachrur Rozie diperbarui 08 Des 2017, 00:05 WIB
Diterbitkan 08 Des 2017, 00:05 WIB
Berkas Perkara Setya Novanto Dinyatakan Lengkap
Tersangka dugaan korupsi pengadaan e-KTP, Setya Novanto (kedua kiri) meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Rabu (6/12). KPK menyatakan berkas perkara Setya Novanto sudah lengkap atau P21. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mau Setya Novanto kembali lepas dari jerat hukum kasus korupsi e-KTP. KPK pun mulai melancarkan strategi agar Setya Novanto tak lolos lewat pengajuan praperadilan.

Pada September 2017 lalu, Ketua DPR itu lolos dari jerat KPK lantaran status tersangkanya dibatalkan oleh hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saat itu, hakim tunggal Cepi Iskandar mengabulkan permohonan Setya Novanto.

Kemudian, KPK kembali menjerat Setya Novanto dengan bukti-bukti baru kasus e-KTP. Namun, Ketua Umum Golkar itu kembali mengajukan praperadilan. Tak mau kesalahannya terulang, KPK langsung ngebut merampungkan berkas Setya Novanto agar segera dilimpahkan ke pengadilan.

KPK pun melimpahkan berkas perkara Setya Novanto ke Pengadilan Tipikor pada Rabu 6 Desember 2017.

Dengan begitu, gugatan praperadilan jilid dua Setya Novanto terancam batal. Merujuk pada Pasal 82 ayat (1) KUHAP yang menyebut, 'Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa ‎oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur’.

Sedangkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 102/PUU-XIII/2015 menyatakan, permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika sidang perdana pokok perkara terdakwa digelar di pengadilan.

Artinya, jika sidang perdana alias pembacaan dakwaan terhadap Setnov digelar di Pengadilan Tipikor, maka gugatan praperadilan akan gugur dengan sendirinya.

Meski begitu, Laode Syarif menyerahkan sepenuhnya kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk melanjutkan atau menggugurkan praperadilan Setya Novanto. Sidang praperadilan rencana digelar pada Kamis, 7 Desember 2017.

"Ya, itu kita serahkan saja pada mekanisme pengadilan negeri (Jaksel)," kata dia.

Laode Syarif juga mengaku siap, jika Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nantinya tetap menggelar sidang praperadilan.

"KPK itu siap saja menghadapi semua itu. Kalau ada putusan pengadilan bahwa kita harus selesaikan dulu praperadilannya, ya kita siap untuk itu. Tetapi kalau praktik biasanya, jika pokok perkaranya sudah dilimpahkan, maka praperadilan dikesampingkan," tutur Laode.

 

 

Adu Cepat

Pengadilan Tipikor telah menetapkan sidang perdana kasus e-KTP digelar pada Rabu, 13 Desember 2017.

Humas Pengadilan Tipikor Jakarta Ibnu Basuki Widodo mengatakan, ada 5 hakim yang akan memimpin jalannya sidang. Ketua Pengadilan Tipikor Yanto dipastikan akan memimpin sidang Setya Novanto.

Sementara, empat hakim anggota yang lain, sama dengan sidang perkara e-KTP sebelumnya, yakni Franky Tambuwun, Emilia, Anwar, dan Ansyori.

"Jadi berkas sudah kita terima kemarin sore. Untuk sidang Rabu 13 Desember. Dr Yanto itu Ketua PN juga," kata Ibnu di Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (7/12/2017).

Dia memastikan, dalam menentukan jadwal sidang, Pengadilan Tipikor tidak diburu-buru atau dalam tekanan. Semua penjadwalan sampai penunjukan majelis hakim berjalan sesuai aturan.

Terkait ada empat hakim majelis yang juga menangani perkara sama dengan lain terdakwa itu bukanlah persoalan. Malah, penunjukan keempat hakim anggota yang sama bisa mempermudah pemeriksaan perkara Setya Novanto dalam sidang.

"Pekara yang sama relatif hakim yang telah menangani perkara tersebut itu dianjurkan relatif kan karena dia sudah menguasai perkara," jelas Ibnu.

Sementara, Hakim Kusno yang memimpin sidang praperadilan Setya Novanto, mengatakan akan memutuskan gugatan Setya Novanto pada Kamis 14 Desember 2017.

Dia meminta pengacara Novanto dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk tidak membawa bukti yang tebal.

"Kita dibatasi waktu ya, karena itu besok dikasih jawaban bukti surat, menurut saya tidak semua bukti pokok (dibawa) semua, berkait dua alat bukti saja, kalau bukti surat dua meter kapan selesainya," kata hakim Kusno di Ruang Sidang Utama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).

Menurut dia, sesuai KUHAP, praperadilan hanya berlangsung tujuh hari.

"Rencana saya, hari Kamis (pekan depan) jam 3 saya putus. Jadi jangan ada pemikiran hakim tergesa atau mengulur waktu," jelas Kusno.

Selanjutnya, Kusno menetapkan jadwal tahapan sidang praperadilan Setya Novanto hingga vonis. Kusno meminta jumlah saksi ditetapkan dari awal dan tidak ada penambahan di tengah persidangan.

"Jadi besok jawaban termohon, bawa bukti surat termohon-pemohon dan kalau ada saksi diajukan sekalian. Bukti surat dan saksi pemohon besok (Jumat) dibawa paling banyak dua orang, hari Senin kalau masih ada dikasih waktu lagi untuk keterangan saksi. Saksi jangan nambah saya tidak suka," kata dia.

"Lalu, Selasa dan Rabu saksi dari termohon, Kamis Jam 9 pagi kesimpulan, kalau memungkinan jam 3 saya putus," Kusno memungkasi.

Untuk memenangkan praperadilan ini, KPK sudah menyiapkan strategi khusus.

"Ada, dari beberapa pemeriksaan tersangka, juga terdakwa (korupsi KTP elektronik) akan masuk dalam jawaban kami (di persidangan berikutnya)," ujar Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi.

Setiadi membeberkan, KPK juga berencana menyiapkan lima saksi dalam sidang praperadilan jilid dua ini. Mereka berasal dari ahli dan saksi fakta.

Lewat praperadilan jilid dua ini, Setiadi yakin bahwa penetapan tersangka Setya Novanto kali ini tidak akan berujung seperti sebelumnya. Bukti lebih kuat dalam sidang disiapkan dengan matang dan teliti.

"Kalau dalil mereka (pemohon) segunung, kita dua gunung, yang jelas dan prinsip tidak menabrak teori hukum. Kita tahu semua teori hukum praktik di pengadilan, dan saya yakin hakim akan fair," dia memungkasi.

Manuver Lain yang Kandas

Selain melalui praperadilan, Setya Novanto juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dia menggugat keputusan KPK yang mencekal dia bepergian ke Luar Negeri.

Namun, gugatan Setya Novanto itu ditolak oleh hakim PTUN.

"Menyatakan eksepsi tidak diterima seluruhnya. Satu, menolak gugatan penggugat seluruhnya. Kedua kepada penggugat untuk membayar biaya sidang Rp 263 ribu," ujar Ketua Majelis Hakim Oenoen Pratiwi membacakan putusan di PTUN Jakarta, Kamis (7/12/2017).

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Setya Novanto, Saifullah Hamid, mengaku kecewa. Meski begitu, ia menerima hasil putusan tersebut.

"Normal kalau kita kecewa, tapi akan menerima putusan peradilan," kata Saifullah.

Ia juga mengatakan, akan melaporkan dan berkonsultasi dengan Setya Novanto terkait putusan PTUN ini.

"Konsultasi dengan klien kami (Setya Novanto), bagaimana sikap selanjutnya," ucap dia.

Menurut Saifullah, pihaknya memiliki kesempatan jika memang masih mau mengajukan langkah selanjutnya terkait gugatan yang ditolak ini.

"Kita punya kesempatan melakukan upaya hukum. Apakah hak akan digunakan atau tidak, akan kami konsultasikan dengan klien (Setya Novanto)," tutur dia.

Terkait kapan akan menemui Setya Novanto dan membicarakan hasil putusan PTUN ini, menurut Saifullah, akan segera dilakukan.

"Ya segera (menemui Setya Novanto)," tegas Saifullah.

Sebelumnya, Setya Novanto menggugat surat pencegahan ke luar negeri atas namanya yang ditetapkan Direktorat Imigrasi. Surat pencegahan itu digugut Setya Novanto ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Saksikan video di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya