MK: Larangan Pernikahan Sekantor Langgar Konstitusi

MK memandang pembatasan yang termuat dalam pasal tersebut tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasaan orang lain.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Des 2017, 13:45 WIB
Diterbitkan 14 Des 2017, 13:45 WIB
Bambang Widjojanto Jadi Saksi Ahli Uji Keabsahan Hak Angket
Ilustrasi sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan kini tak bisa lagi membuat aturan yang melarang karyawannya menikah dengan rekan sekantornya. Hal ini menyusul dikabulkannya permohonan uji materi Pasal 153 Ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat dalam persidangan di MK, Kamis (14/12/2017).

Dalam putusannya, MK juga menyatakan frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama" dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.

"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," tutur Hakim Arief.

Sebelum putusan MK dalam huruf f diatur "Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama."

 

Tidak Hormati Hak

MK memandang pembatasan yang termuat dalam pasal tersebut tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasaan orang lain. Sebab, lanjut putusan MK, tidak ada hak atau kebebasan orang lain yang terganggu oleh adanya pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dimaksud.

"Demikian pula tidak ada norma-norma moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis yang terganggu oleh adanya fakta bahwa pekerja/buruh dalam satu perusahaan memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan," tutur Hakim MK.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya