JK Isyaratkan Ketum Golkar Baru Tak Perlu Mundur dari Kabinet?

Meski demikian, Wapres Jusuf Kalla mengatakan, semuanya tergantung kebijakan Presiden.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 20 Des 2017, 22:11 WIB
Diterbitkan 20 Des 2017, 22:11 WIB
Didampingi Airlangga, Wapres Jusuf Kalla Hadiri Penutupan Munaslub Partai Golkar
Wakil Presiden Jusuf Kalla (tengah) didampingi Ketum Golkar Airlangga Hartarto saat menghadiri penutupan Munaslub Golkar di Jakarta, Rabu (20/12). Jusuf Kalla mengenakan batik berwarna emas saat menghadiri acara tersebut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengisyaratkan Airlangga Hartarto tak perlu mundur dari jabatannya sebagai Menteri Perindustrian. Airlangga saat ini telah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto.

Isyarat ini terlihat saat JK menutup Musyawaran Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (20/17/2017).

JK mengungkapkan, dia pernah menjadi Ketua Umum Golkar, sambil tetap memangku jabatannya sebagai wakil presiden.

Menurut JK hal ini tidak masalah. Bahkan dia mencontohkan ketum parpol yang menjadi presiden juga.

"Waktu saya wakil presisen dulu, malah saya ketua partai juga. Enggak jadi masalah. Ibu Mega juga ketua partai, Pak SBY juga ketua partai, ya presiden," ucap JK.

Meski demikian, dia mengatakan, semuanya tergantung kebijakan Presiden. Diminta mundur atau tidak.

"Ya tergantung kebijakan Presiden," kata JK.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Rangkap Jabatan

Rapat Tiga Pilar PDIP Tingkat Nasional
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sambutan saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tiga Pilar Bidang Ekonomi Kerakyatan. (Liputan6.com/Vidio)

Presiden Jokowi sendiri sebelumnya pernah menyatakan anggota kabinetnya tidak boleh rangkap jabatan. Hal itu dimaksudkan agar pejabat tersebut dapat fokus mengurus urusan rakyat.

"Tidak boleh rangkap-rangkap jabatan. Kerja di satu tempat saja belum tentu benar," kata Kata Presiden Joko Widodo, 21 Oktober 2014 lalu.

Bahkan, pada Juni 2015 saat Jokowi ingin menarik Letnan Jenderal TNI (Purn) Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso diminta melepaskan jabatan di partai politik.

Saat itu, Sutiyoso adalah Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan permintaan agar tak rangkap jabatan disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

"Sampai sekarang, Presiden (minta Sutiyoso) tetap tidak boleh rangkap jabatan. Standarnya memang begitu," kata Pratikno ketika itu.

 


Wiranto Lepas Jabatan Ketum Hanura

Jokowi Prediksi Kantor Hanura Jadi Lokasi Termahal se-Indonesia
Jokowi bersama Wiranto terlihat asyik berbincang saat Jokowi berkunjung ke kantor DPP Hanura, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2014) (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Hal serupa juga diterapkan Presiden Jokowi kala meminta Wiranto menggantikan posisi Luhut B. Pandjaitan sebagai Menko Polhukam di 2016.

Wiranto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura, mengumumkan pengunduran dirinya langsung di depan Presiden Jokowi dan publik.

"Tugas saya (sebagai Menko Polhukam) harus mendampingi Presiden untuk bela kepentingan bangsa dan negara. Itu merupakan panggilan tugas yang tidak mungkin dirangkap," ujar Wiranto ketika itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya