Muhammadiyah: Isu Kedaerahan Tinggi, Indonesia Bisa Tergerus

Haedar berpendapat masyarakat umum lebih dewasa menyikapi politik ketimbang para elite parpol.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 29 Des 2017, 14:17 WIB
Diterbitkan 29 Des 2017, 14:17 WIB
Haedar Nasir
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Jakarta - Jelang Pilkada 2018, sejumlah nama telah digadang-gadang maju dalam ajang demokrasi tersebut. Mereka yang disokong partai politik, ada yang berasal putra daerah juga dari luar daerah.

Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, tidak masalah para kandidat di Pilkada bukan putra daerah. Sebab kondisi itu bisa mencairkan sentimen kedaerahan atau primordialisme yang cukup tinggi.

"Maaf, maaf, sekarang kedaerahan ini cukup tinggi. Bukan hanya primordialisme sentimen, tetapi kalau kedaerahan terlalu tinggi, ke-Indonesiaan bisa tergerus," ujar Haedar di Yogyakarta, Jumat (29/12/2017).

Memasuki tahun politik pada 2018, Haedar justru berpendapat masyarakat umum lebih dewasa menyikapi politik ketimbang para elite. Muhammadiyah juga selalu mengawal proses tahun politik dengan pesan moral yang inklusif dan beradab.

"Pada basis parpol dan tokoh parpol kami berharap mereka tidak memainkan politik yang keras dan mengusung primordialisme karena hanya merugikan bangsa," jelas dia.

Menurut Haedar, dalam pilkada serentak mendatang harus ada fase baru supaya kepala daerah terpilih bertanggung jawab terhadap daerah yang dipimpinnya. Jadi, tidak ada daerah yang menjadi sandera politik karena kepala daerah harus balas jasa.

 

Polri Bentuk Satgas

Refleksi Akhir Tahun 2017, Kapolri Tito Karnavian Laporkan Kinerja Polri
Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberi pemaparan saat refleksi akhir Tahun 2017 di Ruang Ruppattama Mabes Polri Jakarta, Jumat (29/12). Dalam refklesi akhir tahun, Kapolri menjelaskan kinerja kepolisian selama 1 tahun. (Liputan6.com/JohanTallo)

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian berencana membentuk Satgas Money Politic. Hal ini guna mencegah potensi permainan politik uang pada Pilkada Serentak 2018.

Tito mengaku, wacana ini sudah dikomunikasikan dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo. Nantinya, tim tersebut diisi oleh anggota Polri dan KPK.

"Saya sudah sampaikan ke Ketua KPK, kita buat saja bersama. Satgas Money Politic untuk pilkada," kata Tito dalam acara Laporan Akhir Tahun Kinerja Polri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/12/2017).

Menurut dia, Satgas itu akan dipimpin oleh Kabareskrim Polri. Kemudian, sambung dia, Satgas Money Politic mulai bekerja pada Januari 2018.

"Setelah itu mulai Januari kita bergerak sama-sama. KPK dan Polri punya kemampuan," ucap mantan Kapolda Metro Jaya itu.

Tito menegaskan Satgas Money Politic ini dibutuhkan karena masih banyak kasus politik uang pada pelaksanaan pilkada. Hal ini menurutnya diakibatkan oleh biaya yang tinggi untuk menjadi seorang kepala daerah.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya