Potret: Silat Minang, Alam Takambang Jadi Guru

Silat Minang, permainan silat yang dimainkan pasca-panen dan sebelum sawah memasuki masa tanam.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Jan 2018, 06:29 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2018, 06:29 WIB

Liputan6.com, Payakumbuh - Menyingkirkan api, membuka prosesi, simbol memusnahkan segala amarah. Berkawan pekatnya lumpur, kaum muda Minangkabau bermain pencak silat. Inilah Silek Bagaluk Lunau, permainan silat Minang yang dimainkan pasca-panen dan sebelum sawah memasuki masa tanam.

Seperti ditayangkan program Potret SCTV, Minggu (29/1/2018), gerak lugas mematahkan serangan lawan silat Minang penuh atraksi menawan. Tak cuma handal di darat, selayaknya bujang Minang pada umumnya, Shobri dan kawan-kawan mesti piawai bersilat di berbagai palagan. Dari Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, semangat kearifan lokal ini terus dibangkitkan kembali oleh komunitas Bengkel Seni Minanga.

Seperti daerah lain di kaki Gunung Sago, pertanian jadi urat nadi perekonomian warga di pinggiran Kota Payakumbuh. Pun demikian buat Shobri. Ketika mentari meninggalkan cakrawala, lelaki berusia 19 tahun ini segera bergegas ke sawah. Bukan semata sumber penghidupan, alam juga jadi tuntunan luhur orang Minang dalam segala tingkah dan laku, termasuk menginspirasi gerak dan langkah dalam bersilat.

Di belahan barat Kota Payakumbuh, kaum muda asik berlatih silek, dialek setempat untuk silat, termasuk buat Shobri. Posisi kuda-kuda dan langkah pendek jadi dasar ajaran perguruan Pencak Silat Minang Sejati. Pola yang khas, rendah dan menyamping guna melindungi organ vital. Berpasangan mengasah insting, tiada lagi stralak atau bunga-bunga pencak.

Menyatukan perasaan dan pikiran, silat Minang mengombinasi kekuatan dan kelembutan. Seni bela diri Minang tak mengenal istilah menangkis atau mengadang, namun membelokkan atau meredam serangan.

Tiba giliran Shobri menimba jurus dari sang guru, penerus aliran bela diri Datuk Kuniang. Nawadir paham betul, silat Minang tak hanya jurus, tetapi lebih utama pegangan hidup yang berpijak pada adat dan agama. Itulah mengapa silek tuo, alias guru silat juga harus menanamkan budi pekerti sesuai falsafah budaya Minangkabau.

Sama seperti kaum sepuh lain di Minangkabau, Nawadir ingin Payakumbuh bertumbuh tanpa melupakan akar budaya. Gerak langkahnya mengarah ke Rumah Gadang Tuanku Lareh Koto Nan Ompek.

Satu lumbung yang tersisa di depan rumah adat Minangkabau berusia empat abad itu butuh sentuhan tukang pusako, spesialis membangun atau merenovasi rumah gadang. Satu sumber hikayat kuno, Tambo Alam Minangkabau, menyebut silat lahir dan berkembang sejak abad 12 masehi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya