Fahri: Pasal Penghinaan Presiden Tak Perlu Masuk dalam KUHP

Fahri menyebut kepala negara merupakan manusia yang menjadi objek kritik. Karena itu, bila terdapat hinaan, ia dapat melaporkan pada polisi.

oleh Ika Defianti diperbarui 03 Feb 2018, 09:14 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2018, 09:14 WIB
20160404-Fahri-Hamzah-Jakarta-JT
Fahri Hamzah memberikan keterangan pers terkait pemecetan dirinya (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan agar pasal penghinaan presiden tidak dimasukkan kembali pada Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sebab, sebelumnya pasal tersebut pernah dibatalkan oleh Mahkahmah Konstitusi (MK) pada 4 Desember 2006 dengan alasan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan rentan manipulasi.

"Enggak perlu dimasukkan lagi manusia itu bukan simbol negara. Simbol negara itu burung garuda, bendera merah putih, itu enggak boleh dihina," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat 2 Februari 2018.

Dia menyebut kepala negara merupakan manusia yang menjadi objek kritik. Karena itu, bila terdapat hinaan, dapat melaporkan kepada pihak berwajib secara pribadi.

Dia melanjutkan, tidak seharusnya ada pensakralan terhadap presiden. Apalagi pasal itu juga sudah tidak berlaku.

"Enggak perlu, udah enggak ada itu enggak boleh gitu lagi. Jangan terlalu mensakral-sakralkanlah," jelas Fahri.

Penghinaan kepada presiden itu terdapat pada Pasal 263 ayat (1) berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Lalu pada ayat (2) Pasal 263 berbunyi "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri."

Kemudian di pasal 264 berbunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertujukan, atau menempelkan tuliasan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman, sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluasakan dengan sarana tekonologi informasi, yang berisi penghinaan terhahap Presiden dan Wakil Presiden dengan maksud agar pasal penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV."

 

Kata Mahfud MD

Mahfud MD
Mahfud MD (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Mantan Ketua Mahkahmah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengaku belum mengetahui adanya pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dibahas oleh Panja RUU KUHP di DPR.

Menurut dia, pasal itu dapat kembali dimasukkan bila terdapat substansi yang berbeda pada pasal yang pernah di hapus oleh MK pada 4 Desember 2006.

"Saya tidak tahu rumusannya seperti apa sekarang. Karena sebuah pasal yang substansinya dihilangkan tapi diganti substansi lain itu tidak apa-apa," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2018).

Kendati begitu, dia menyebutkan MK tidak akan memperbolehkan bila substansinya sama. Hal itu, kata dia, seperti seseorang yang mengajukan gugatan ke MK dan sama gugatannya itu tidak diperbolehkan.

"Sama juga putusan MK kalau dimunculkan unsur baru dan alasan yang rasional, boleh saja," ujar dia.

Namun bila substansinya sama dan akam tetap disahkan, Mahfud menyatakan dapat diujikan kembali ke MK.

"Kalau pasal sama persis bisa di judicial review nanti kalau disahkan. Menurut saya begini apapun isi RUU KUHP itu kalau sudah disahkan dalam waktu dekat ini iya disahkan saja," jelas dia.

Pasal penghinaan presiden yang dihapus oleh MK dengan alasan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan rentan manipulasi itu tercantum dalam Pasal 134, 136 dan 137.

Dalam Pasal 134 menyatakan penghinaan dengan sengaja teehadap presiden atau wakil presiden diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 136 menyebutkan pengertian penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 mencakup juga perumusan perbuatan dalam Pasal 135, jika itu dilakukan di luar kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, mauoun tidak di muka umum baik lisan atau tulisan, namun di hadapan lebih dari empat orang atau di hadapan orang ketiga, bertentangan dengan kehendaknya dan oleh karena itu merasa tersinggung.

Sedangkan dalam draf RUU KUHP, penghinaan kepada presiden itu terdapat pada Pasal 263 ayat (1) berbunyi "Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Lalu pada ayat (2) Pasal 263 berbunyi "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri."

Kemudian di pasal 264 berbunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertujukan, atau menempelkan tuliasan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman, sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluasakan dengan sarana tekonologi informasi, yang berisi penghinaan terhahap Presiden dan Wakil Presiden dengan maksud agar pasal penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV."

Saksikan video di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya