Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak memberikan rekomendasi untuk asimilasi pembebasan bersyarat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
"Kami enggak akan rekomendasikan itu (asimilasi dan pembebasan bersyarat) saya pikir," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Jumat (9/2/2018).
Agus mengatakan, salah satu alasan KPK tidak memberikan rekomendasi asimilasi dan pembebesan bersyarat Nazaruddin adalah banyaknya remisi yang sudah didapat terpidana dua kasus korupsi itu. Mantan anggota DPR RI itu telah menerima remisi sebanyak 28 bulan sejak tahun 2013 hingga 2017.
Advertisement
"Remisi (Nazaruddin) sudah banyak sekali," kata Agus.
Kendati Nazaruddin berstatus sebagai justice collaborator yang membantu KPK dalam membongkar kasus korupsi, Agus tetap bersikukuh pihaknya tak akan memberikan rekomendasi asimilasi dan pembebasan bersyarat Nazaruddin yang diajukan Ditjen PAS Kemenkumham.
Menurut dia, KPK juga perlu mempertimbangkan kesalahan yang telah diperbuat oleh Nazaruddin.
"Iya (tak berikan rekomendasi). Kalau dia (Ditjen PAS) minta pertimbangan KPK, KPK enggak akan berikan rekomendasikan itu," Agus menandaskan.
Permohonan Ditjen PAS
Sebelumnya, KPK telah menerima surat dari Ditjen Permasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham) soal pengajuan asimilasi dalam program bebas bersyarat terhadap terpidana sejumlah kasus korupsi, Muhammad Nazaruddin. Surat tersebut diterima KPK pada Senin, 5 Februari 2018.
Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Ditjen Pas mengusulkan tempat asimilasi Nazaruddin di sebuah pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat.
"Asimilasi kerja sosial tersebut ini berdasarkan TPP pusat ya, di sebuah pondok pesantren di Bandung," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis, 8 Februari 2018.
Nazaruddin divonis terlibat dalam kasus suap Wisma Atlet SEA Games 2011 yang melibatkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris. Mantan anggota DPR itu terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar dari Idris.
Pada kasus tersebut, Nazaruddin divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta. Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp 300 juta.
Kasus kedua yang menjerat Nazaruddin adalah kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Dalam kasus ini, dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.
Nazaruddin terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.
Advertisement