Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 17 provinsi akan menggelar pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak 2018. Ada 56 calon gubernur-wakil gubernur di semua provinsi tersebut yang mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
Namun, para pasangan yang mendaftar belum tentu bisa berpartisipasi dalam pemilihan. Ada sejumlah tahapan yang harus mereka lalui. Di antaranya pengecekan kelengkapan berkas, pemeriksaan kesehatan, hingga perbaikan syarat pencalonan.
Untuk pengumuman perbaikan dokumen, syarat pencalonan di situs KPU pada 20-26 Januari 2018. Kemudian, 12 Februari 2018, KPUD akan mengumumkan pasangan calon yang resmi berpartisipasi dalam Pilkada Serentak 2018.
Advertisement
Selengkapnya seputar calon yang akan mengikuti Pilkada Serentak 2018 di 17 Provinsi dapat silihat dalam Infografis di bawah ini:
Dana Kampanye Disorot
Perkumpulan Pemilu Demokrasi (Perludem) mengkritisi dua hal jelang penetapan pasangan calon Pilkada 2018. Direktur Perludem Titi Anggraini mengamati, laporan dana kampanye dan cuti petahana menjadi hal penting bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Bawaslu diharapkan menindak tegas para calon yang tidak melaporkan laporan awal dana kampanye dan juga bagi petahana yang tidak menyerahkan izin cuti kampanye," kata Titi dalam diskusi Pilkada 2018 di D'Hotel, Jakarta Selatan, Minggu 11 Februari 2018.
Advertisement
Awasi Keterlibatan Anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengawasi pelibatan anak dalam kegiatan politik di pilkada serentak 2018. Dalam hal ini, keterlibatan anak saat kampanye.
"Ada beberapa poin yang kita pandang sebagai pelanggaran atau penyalahgunaan pemilu. Satu, anak dimanfaatkan untuk money politics atau aktivitas lainnya yang bisa dimaknai money politics. Misalnya sebar sodakoh, sembako," ujar Ketua KPAI Susanto, di kantor Bawaslu, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 9 Februari 2018.
"Kedua, anak yang sebenarnya belum 17 tahun tapi diidentifikasi sebagai katakanlah sudah 17 tahun. Ini kan juga merupakan tindakan pidana. Ketiga, menggunakan fasilitas anak untuk kepentingan pemilu. Taman bermain, sekolah, pesantren," lanjut Susanto.
Susanto juga mengatakan, pelanggaran lain yang umum terjadi, misalnya menjadikan anak sebagai juru kampanye atau jurkam dan mengeksploitasi anak untuk materi kampanye.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: