Liputan6.com, Jakarta - Kasus rekayasa penganiayaan yang dilakukan seorang marbut di Kecamatan Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat, Uyu Ruhyana, menemui titik temu. Pelaku, yang sehari-hari bekerja sebagai marbut masjid dengan penghasilan Rp 125 ribu sebulan, bahkan mendapat bantuan dari Polres Garut.Â
Di bawah sumpah yang dipimpin Ketua MUI Garut dan disaksikan banyak pihak, sang Marbut, Uyu, mengaku aksi penganiayaan yang dilaporkan menimpa dirinya hanya rekayasa dengan alasan ekonomi.
Baca Juga
Uyu juga memastikan bahwa kejadian yang sempat membikin heboh jagat media sosial tersebut bukan karena suruhan, paksaan, atau tekanan dari orang lain atau dari pihak-pihak kepolisian.
Advertisement
Dengan pengakuan ini, Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna meminta agar MUI dan tokoh agama memberikan klarifikasi kepada masyarakat atau jemaahnya bahwa berita penganiayaan Uyu tidak benar.
"Dari kejadian ini diharapkan tidak mengganggu hubungan silaturahmi antara Polri dengan MUI dan tokoh agama di Kabupaten Garut," demikian keterangan tertulis AKBP Budi Satria Wiguna yang diterima Liputan6.com, Jumat (2/3/2018).
Â
Â
Minta Penangguhan Penahanan
Pada kesempatan itu, MUI dan para ulama memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kapolres Garut dan jajaran yang merespons dan mengungkap cepat kasus ini.
Namun, para ulama memohon kepada Kapolres Garut untuk bisa mengangguhkan penahanan Uyu, tapi penyidikan tetap dilanjutkan sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Terkait pengakuan Uyu yang membuat rekayasa penganiayaan karena motif ekonomi, Polres Garut pun memberikan satu unit mesin babat rumput, satu unit sepeda, dan sembako kepada Uyu.
Sebelumnya Uyu Ruhyana mengaku melakukan rekayasa penganiayaan untuk menarik simpati atau belas kasihan masyarakat. Selama ini pekerjaannya sebagai marbut masjid, hanya bisa memberikan penghasilan Rp 125.000 sebulan.
Advertisement