Ketua KPU: Ada Risikonya jika KPK Buka Nama Cakada Bermasalah

Terutama untuk daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon, dapat berdampak menghilangkan opsi bagi pemilih.

oleh Yunizafira Putri Arifin Widjaja diperbarui 20 Mar 2018, 19:45 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2018, 19:45 WIB
KPU Rapat dengan DPR Bahas Peraturan Pemilu 2019
Ekspresi Ketua KPU Arief Budiman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Jakarta, Selasa (13/3). Hal yang dihahas di antaranya aturan pasangan capres dan regulasi untuk mengantisipasi calon tunggal di Pilpres 2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mempersilakan jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin membeberkan nama-nama calon kepala daerah (cakada) yang terindikasi korupsi.

Menuruf Arief, hal itu dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati ketika mencalonkan seorang pasangan calon.

"KPU sudah sejak dulu berkomentar itu. Silakan saja. Kalau saya, harus terus dilanjutkan biar jadi pelajaran bagi kita semua, hati-hati mau calonkan orang," ucap Arief di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (20/3/2018).

Namun dia mengakui, terdapat resiko jika KPK mengeluarkan daftar nama cakada bermasalah ketika memasuki masa pilkada seperti saat ini. Terutama untuk daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon, dapat berdampak menghilangkan opsi bagi pemilih.

"Mau tidak mau, masyarakat akhirnya enggak punya pilihan. Awalnya calon tunggal itu kan dimaknai bahwa memang dialah yang terbaik di daerah itu," kata Arief.

"Bisa juga dimaknai, calon itu memborong semua partai. Tetapi dengan di daerah calon tunggal itu menjadi tersangka, masyarakat memang enggak punya pilihan," lanjut dia.

KPK memang tidak memiliki ketentuan yang tegas untuk mengumumkan cakada yang bermasalah ketika telah ditetapkan menjadi tersangka. Meskipun begitu, masyarakat harus mendapatkan informasi mengenai status dari kandidat tersebut.

"Informasi kepada masyarakat kan harus diberikan. Bentuknya apa? Ya itu harus dikreasi sendiri. KPU Bisa melakukan sosialisasi, tapi tidak dalam rangka kewajiban sebagaimana dalam tahapan," tutur Arief.

Tak Perlu Surat Edaran

KPU
Komisioner KPU menggelar jumpa pers di gedung KPU, Jakarta. (Liputan6.com/Yunizafira Putri Arifin Widjaja)

Arief menyebutkan, medium untuk menyampaikan ke publik biasanya dalam bentuk konferensi pers. Dia pun menilai, tidak perlu mengatur persoalan ini secara formal, seperti dengan surat edaran.

"Biasanya konpers. Kalau selebaran informasi, itu jauh lebih mengemukakan kita menyampaikan visi misi program paslon. Ini bukan bagian yang harus diatur dalam regulasi," sebut Arief.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya