Liputan6.com, Jakarta - Wakil Kepala Museum Soeharto, Gatot Nugroho, tidak kuasa menahan tangis ketika harus bercerita tentang kenangannya bersama Probosutedjo. Lelaki itu mengenal Probosutedjo sejak 1990.
Gatot bercerita, dia lebih dulu mengenal Kepala Desa Argomulyo, Notosuwito, yang merupakan adik Probosutedjo.
Kedekatannya dengan Probosutedjo kian erat sejak ia dipercaya mengelola Museum Soeharto. Kala itu, dua sampai tiga kali dalam sebulan, Probosutedjo rajin menginap di kediamannya yang juga menjadi bagian dari museum.
Advertisement
Terakhir kali, ia bertemu dengan Probosutedjo pada Lebaran tahun lalu
Dia tidak pernah lupa pesan yang disampaikan oleh Probosutedjo. Ada 3 pesan yang ditinggalkan almarhum.
Pertama, berbuat apapun tanpa pamrih. Probosutedjo mengajarkan untuk tidak meminta imbalan yang bersifat materi ketika menolong seseorang.
Kedua, berperan di masyarakat supaya kehidupan masyarakat lebih sejahtera.
Ketiga, meminta doa dari orang banyak supaya rezeki berlimpah dan bisa membantu orang lain.
"Pesan-pesan dari Probosutedjo itu selalu diungkapkan setiap kami bertemu dan saya akan menjalankannya," kata Gatot.
Sosok Probosutedjo
Dia mengaku merasa kehilangan dengan kepergian Probosutedjo. Menurut Gatot, Probosutedjo adalah sosok bapak yang tidak hanya berperan di keluarga, melainkan juga di masyarakat.
Kiprahnya di bidang sosial, pendidikan, dan ekonomi tidak diragukan sama sekali.
Gatot mendapat kabar Probosutedjo meninggal pada Senin pagi. Ia tidak mengetahui secara pasti kapan Probosutedjo sakit.
"Saya hanya tahu beliau semalam masuk ICU," ucapnya.
Pengusaha Probosutedjo meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Senin (26/3/2018) pagi.
Probosutedjo lahir di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta pada 1 Mei 1930. Almarhum merupakan pengusaha suskes dengan bendera perusahaan, Menara Hutan Buana.
Dia adalah pemilik dari Universitas Mercu Buana dan salah satu pendiri Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia.
Advertisement