PPATK Tunggu KPK soal Telisik Aliran Duit E-KTP ke Pramono dan Puan

PPATK mengaku masih menunggu apakah KPK akan meminta bantuan kepada lembaganya, untuk pengusutan hal terkait.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 27 Mar 2018, 16:43 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2018, 16:43 WIB
Bahas Rencana dan Anggaran, Sejumlah Lembaga Ikuti Rapat dengan Komisi III DPR
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin (kiri) bersiap mengikuti rapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/9). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ki Agus Ahmad Badaruddin mengatakan, pihaknya masih menunggu permintaan KPK untuk menelisik ada tidaknya transaksi mencurigakan terkait korupsi e-KTP di rekening Pramono Anung dan Puan Maharani.

Dua nama politikus PDIP ini disebut-sebut terdakwa Setya Novanto menerima aliran duit e-KTP di persidangan lanjutan, pekan lalu.

"Sebagai lembaga intel keuangan, kita mendukung untuk melihat (apakah) ada transaksi mencurigakan yang terkait yang tadi (E-KTP)," ujar Kiagus usai acara 'Diseminasi Beleid Beneficial Owner' di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta, Selasa (27/3/2018).

Sejauh ini, PPATK mengaku masih menunggu apakah KPK akan meminta bantuan kepada lembaganya, untuk pengusutan hal terkait. Namun sebagai intel, PPATK disebut memiliki kewenangan untuk berinisiatip melakukan penelusuran hal terkait.

"Nanti kita tunggu apa ada permintaan dari KPK, sebagai lembaga intel keuangan kita punya kewenangan, merespons permintaan atau atas inisiatif, tapi kami tidak boleh kasih tahu (ke publik) soal itu (dimulainya investigasi)," jelas Ki Agus.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara mengenai pernyataan Setya Novanto yang menyebut dua menterinya menerima uang kasus e-KTP, Menko PMK Puan Maharani dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menerima masing-masing uang US$ 500 ribu.

"Negara kita ini, negara hukum. Jadi kalau ada bukti hukum ada fakta-fakta hukum ya diproses saja," kata Jokowi di gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat, 23 Maret 2018.

Jokowi pun mempersilakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti kasus yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun itu hingga tuntas.

Peluru Setya Novanto

KPK - PPATK Perkuat Kerja Sama Berantas Korupsi
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/3). KPK dan PPATK bertemu untuk memperkuat kerja sama dalam pemberantasan korupsi dan TPPU. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pramono Anung dan Puan Maharani disebut turut kecipratan duit korupsi e-KTP. Hal ini disampaikan terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto atau Setnov dalam sidang lanjutan dugaan korupsi proyek e-KTP.

Setya Novanto mengatakan, informasi pemberian uang kepada Pramono dan Puan itu ia dapatkan dari Direktur PT Delta Energy Made Oka Masagung dan koleganya, Andi Agustinus alias Andi Narogong, serta keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Dari keterangan Oka, Setnov menyebut, Pramono dan Puan masing-masing diberi US$500 ribu.

"Waktu itu ada pertemuan di rumah saya yang dihadiri oleh Oka dan Irvanto. Di sana mereka bilang berikan ke Puan Maharani US$ 500 ribu dan Pramono Anung US$ 500 ribu," kata Setnov dalam sidang beragendakan pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 22 Maret 2018 lalu.

Ganjar dan Olly Dondokambey telah membantah pernah menerima duit e-KTP.

"Saya klarifikasi karena ini sudah di ujung dan perlu untuk dikomunikasikan ke publik. Yang pertama Bu Mustokoweni pernah menjanjikan kepada saya mau memberikan langsung dan saya tolak. Sehingga publik mesti tahu sikap menolak saya," kata Ganjar saat bersaksi untuk terdakwa Setnov di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2018).

Sementara itu, PDIP melalui Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto membantah penerimaan uang kasus e-KTP oleh dua kadernya. Hasto menilai pernyataan Novanto tersebut agar pengajuan status justice collaborator (JC) dikabulkan oleh KPK.

"Kami juga mengamati kecenderungan terdakwa dalam kasus tipikor menyebut sebanyak mungkin nama, demi menyandang status justice collaborator. Apa yang disampaikan Pak Setya Novanto hari ini pun, kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan," ujar Hasto dari surat keterangan yang diterima Liputan6.com.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya