Liputan6.com, Jakarta Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais ikut berorasi di tengah aksi buruh massa Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (1/5/2018).
Dalam orasinya, Amien merasa heran dengan pemerintah yang memperbolehkan Tenaga Kerja Asing (TKA) bekerja di Indonesia.
"Tatkala tenaga kerja Indonesia kelimpungan cari kerja, buruh asing masuk. Angkanya betul-betul mengerikan. Jumlahnya ratusan ribu," kata Amien di Lokasi, Selasa (1/5).
Advertisement
Sebenarnya, Amien Rais tidak suka dengan kepemimpinan yang suka membeda-bedakan suku ras, atau agama.
Namun, dalam hal ini Amien menganggap kebijakan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 mengenai TKA sangat tidak masuk akal.
Tak lama berselang, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) ingin merobek topeng bertuliskan buruh kasar aseng yang menyimbolkan TKA. Hal itu dilakukan sebagai bentuk penolakan akan Perpres TKA.
"Bismillah," ucap Amien sambil merobek topeng buruh.
Soal TKA, Tidak Perlu Dikhawatirkan
Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, menyampaikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari Peraturan Presiden (Perpres) 20/2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Ia meyakinkan bahwa Pepres ini memiliki tujuan yang baik untuk mendukung realisasi investasi nasional dan pada akhirnya akan berkontribusi dalam penciptaan lapangan kerja.
Menurut laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sepanjang 2017 mencapai Rp 692,8 triliun. Angka ini tumbuh 13,1 persen dan melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp 678,8 triliun. Hal ini menunjukkan tingginya minat investor untuk berinvestasi di Indonesia.
“Perpres 20/2018 tujuan utamanya menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik melalui investasi. Investasi itu sangat penting karena kita tidak bisa membangun hanya mengandalkan APBN saja," ujar Hanif, di Jakarta, Rabu (25/04/2018).
Hadirnya Perpres tersebut sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang merupakan salah satu program prioritas Presiden yang diturunkan dari visi Nawacita. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi, serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika persaingan global.
"Perpres 20/2018 lebih mengatur penyederhanaan prosedur perizinan TKA dan mempercepat layanan izin TKA. Kenapa ini penting? Agar layanan TKA tidak menghambat investasi. Karena kalau berbelit-belit pasti menghambat investasi,” ucap Hanif.
Ia juga mengajak masyarakat untuk memperhatikan Data Direktorat Pengendalian Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker yang menunjukkan jumlah TKA. Dari data Direktorat PPTKA diketahui bahwa TKA yang bekerja di Indonesia pada 2017 tercatat sebanyak 85.974 orang.
Berdasarkan data PPTKA Kemnaker, Jumlah Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan untuk TKA jangka panjang dan jangka pendek pada 2015 sebanyak 111.536 orang, 2016 sebanyak 118.088 orang, dan tahun 2017 sebanyak 126.006.
Sementara itu, data Jumlah IMTA yang berlaku pada 2015 sebanyak 77.149 orang, pada 2016 sebanyak 80.375, dan pada 2017 sebanyak 85.974 orang
“Jika diperbandingkan dengan jumlah TKA di negara lain persentase TKA kita hanya di kisaran kurang dari 0,1 persen karena jumlah TKA kita hingga akhir 2017 hanya sekitar 85 ribu dari berbagai negara," kata Hanif.
Dirinya kembali mengingatkan bahwa Perpres 20/2018 menyederhanakan aspek prosedur, birokrasi, dan mekanisme perizinan tanpa menghilangkan syarat kualitatif TKA. TKA yang boleh bekerja di Indonesia diantaranya harus memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh TKA, memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling kurang lima tahun. Dengan begitu, tidak mungkin pemerintah membiarkan ada TKA yang bekerja sebagai pekerja kasar atau tenaga non-skill.
"Jadi saya ingin katakan, di Perpres ini kemudahan dari sisi prosedur dan birokrasi, bukan membebaskan. Yang dulu pekerja kasar dilarang masuk, sekarang dilarang masuk. Misalkan ada orang asing bekerja kasar, itu pelanggaran dan pelanggaran pasti ditindak,” ujar Hanif.
Pada Perpres No 20/2018 juga disebutkan bahwa pemberi kerja TKA wajib menunjuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebagai Tenaga Kerja Pendamping--kecuali bagi TKA yang menduduki jabatan Direksi dan Komisaris, melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, serta memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA.
Penunjukkan Tenaga Kerja Pendamping tidak lain bertujuan sebagai upaya alih teknologi dan keterampilan yang dimiliki oleh TKA kepada TKI. Dengan begitu, ketika masa izin kerja TKA berakhir, tenaga kerja pendamping siap untuk menggantikan TKA tersebut.
Reporter: Sania Mashabi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement