Komisi IX Soroti Masalah Kematian Bayi dan Gizi Buruk Babel

Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Babel, bahwa angka kematian bayi dan balita (Akaba) di Kabupaten Belitung paling tinggi di Provinsi Babel.

oleh hidya anindyati diperbarui 07 Mei 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2018, 10:30 WIB
Okky disela-sela Tim Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI menggelar diskusi dengan jajaran Pemkab Belitung, di Kantor Bupati Belitung, Lesung Batang, Babel, Rabu (2/5/2018).
Okky disela-sela Tim Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI menggelar diskusi dengan jajaran Pemkab Belitung, di Kantor Bupati Belitung, Lesung Batang, Babel, Rabu (2/5/2018).

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawaty menyoroti angka kematian bayi serta masalah gizi buruk (stunting) di Provinsi Bangka Belitung (Babel). Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Babel, bahwa angka kematian bayi dan balita (Akaba) di Kabupaten Belitung paling tinggi di Provinsi Babel.

“Untuk kematian bayi mencapai 14 bayi per 10 ribu kelahiran, kemudian balita 12 anak per 1000 anak. Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut, program generasi emas 2035 yang telah dicanangkan pemerintah tidak akan tercapai,” ungkap Okky disela-sela Tim Kunjungan Kerja Komisi IX DPR RI menggelar diskusi dengan jajaran Pemkab Belitung, di Kantor Bupati Belitung, Lesung Batang, Babel, Rabu (2/5/2018).

Menurut Politisi PPP itu, tinggi angka kematian tersebut memiliki hubungan dengan persentase cakupan kunjungan ibu hamil yang rendah serta kurangnya tenaga bidan yang memiliki kompetensi. Ia juga mempertanyakan evaluasi program 1000 hari kehidupan hingga intervensi pihak terkait dalam menekan kasus stunting di Belitung.

“Apa yang saya temukan ternyata di Belitung ini belum ada klinik Therapeutic Feeding Centre (TFC). Karena bagaimanapun kurang gizi walaupun satu orang harus diperhatikan secara serius,” ujar Okky.

Sementara ditempat yang sama, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Belitung Suhandri mengatakan program 1000 hari kehidupan sudah dilaksanakan. Siklus mulai terjadi kehamilan hingga pasca melahirkan pun telah dikawal.

“Selama menyusui ada program pemberian ASI eksklusif dan promosi menyusui terhadap ibu. Sehingga ibu tidak memberikan makanan pengganti ASI sebelun usia enam bulan,” ungkap Kadinkes.

Tak berhenti sampai di situ, lanjutnya, dalam menekan angka stunting di usia balita dimonitor melalui Posyandu. Di usia anak sekokah dilakukan imunisasi, program pemberian makanan tambahan dan pemberian tablet besi. Juga ada perhatian untuk usia remaja sampai usai perkawinan.

“Semua itu kami kawal dalam menghadapi permasalahan kesehatan yang semakin kompleks,” tutupnya.

 

(*)

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya