Bagaimana Kondisi Anak Pengebom Mapolrestabes Surabaya?

Butuh perjuangan yang cukup berat untuk membuang paham radikal dalam diri AIS, anak pengebom Surabaya.

diperbarui 16 Mei 2018, 07:21 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2018, 07:21 WIB
AKBP Ronny Faisal Faton, Kasat Narkoba Polrestabes, selamatkan seorang anak dalam serangan bom bunuh diri.
AKBP Ronny Faisal Faton, Kasat Narkoba Polrestabes, selamatkan seorang anak dalam serangan bom bunuh diri. (Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Surabaya - AIS, bocah delapan tahun yang yang diajak orangtuanya melakukan aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin, 14 Mei 2018 hingga kini masih dirawat di rumah sakit.

Lita Machfud, Istri Kapolda Jatim, sempat menjenguk AIS di rumah sakit. Lita mengatakan kondisi AIS secara fisik sudah berangsur baik. Hanya saja, bekas operasi pada tangannya masih dalam perawatan.

"Kondisinya baik-baik saja. Cuma tangannya yang habis dioperasi," kata Lita, usai menjenguk AIS seperti dikutip dari Suara Surabaya, Rabu (16/5/2018).

Lita juga mengungkapkan bahwa AS sudah bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Namun, tidak semua orang bisa mengajaknya berkomunikasi. Hanya orang-orang tertentu.

"Iya sudah bisa komunikasi. Tadi saya tanyain namanya, sekolahnya. Kebetulan dia juga pilih-pilih, hanya dengan satu suster saja dia mau berbicara. Tapi tadi dengan saya juga mau," tuturnya.

Dalam percakapan itu, AIS sempat mengaku bahwa dirinya mengenal semua anggota keluarga pelaku pengeboman yang telah meledakkan tiga gereja di Surabaya maupun di Rusunawa Sidoarjo. AIS juga mengenal sosok Dita Oeprianto dan keluarga Anton, yang merupakan pelaku teroris dan saling kenal dengan ayahnya.

"Saya sempat tanya ke anggota yang memeriksa. Dia bilang kalau kenal dengan para pelaku teror dan semuanya memang saling kenal. Mereka bahkan punya kaitan, sering berkomunikasi dengan anak-anaknya," katanya.

Selama berkomunikasi dengan AIS, Lita mengaku dirinya memiliki kekhawatiran yang besar dengan AIS, terutama jika tidak ada anggota keluarga yang mau merawatnya. Menurut dia, pemikiran AIS sangat keras, dengan paham radikal yang diajarkan oleh orangtuanya.

Sehingga sangat rentan apabila AIS tidak didampingi oleh keluarga yang bisa membantu meluruskan jalan pemikirannya. Untuk itu, kata Lita, butuh perjuangan yang cukup berat untuk mengembalikan AIS menjadi normal dan membuang paham radikalnya.

"Saya sedikit ngeri saat berkomunikasi dengan dia. Sepertinya dia juga tercuci pemikirannya, otaknya, dari orangtuanya. Harus ada yang mendampingi dan lebih berjuang keras untuk membuang paham radikalnya," tutur Lita.

 

Jangan Disebut Pelaku

Meski AIS merupakan anak terduga pengebom, dia merupakan korban dalam kasus ini.

"Jangan disebut pelaku. Sesuai UU dia adalah korban. Bukan diperiksa namanya, tapi tetap dimintai keterangan, atau diwawancara," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (15/5/2018).

Dalam hal ini, Polri juga menggandeng sejumlah pemerhati anak. Dengan begitu, AIS dapat memberikan keterangan dengan baik.

Sumber: Suarasurabaya.net

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya