Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai, Akhmad Jaini, memvonis hukuman mati kepada terdakwan Aman Abdurrahman. Aman dinilai bersalah dengan paham radikal yang dianutnya dan mengakibatkan serangkain teror Vonis tersebut dibacakan Jumat (22/6/2018) sesaat sebelum salat Jumat.
Penjagaan sidang diperketat, tidak seperti sidang-sidang biasanya. Peliputan sidang dibatasi untuk para awak media dengan alasan tertentu.
Baca Juga
"Mengadili Aman Abdurahman, terbukti sah melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan pidana Aman Abdurahman dengan pidana mati," kata hakim ketua Akhmad Jaini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).
Advertisement
Namun, vonis itu direspons Aman dengan sujud syukur. Pantauan merdeka.com di lokasi, setelah mendengar putusan dari hakim Akhmad Jaini, Aman Abdurrahman yang mengenakan baju koko panjang berwarna biru dan tutup kepala dengan kain hitam pun langsung mengepalkan tangan ke atas dan langsung melakukan sujud syukur.
"Alhamdulillah," ucap Aman sebelum melakukan sujud syukur.
Ketika Aman sedang sujud syukur, polisi berseragam lengkap dengan menggunakan helm pelindung, rompi dan memegang senjata laras panjang langsung menutupi awak media untuk mengeabadikan momen tersebut.
Majelis hakim menyebut, dalam putusan itu, tidak ada hal meringankan dari Aman Abdurrahman.
Â
Â
Penjara Tak Buat Jera
Aman diketahui seorang mantan narapidana di Lapas Nusa Kambangan. Dia dibekuk polisi saat terjadi ledakan di Cimanggis, Depok, pada 21 Maret 2004.
Setelah melewati masa persidangan, Aman divonis bersalah pada 2 Februari 2005 dengan melanggar Pasal 9 UU No 15 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang kepemilikan bahan-bahan peledak dengan divonis tujuh tahun.
Usai bebas pada 2010, Aman kembali ditangkap karena membiayai pelatihan kelompok teroris di Pegunungan Janto, Aceh Besar. Palu sidang pun memvonis Oman dengan masa tahanan 9 tahun penjara di Lapas Nusakambangan dan bebas dengan pemotongan masa tahanan lima bulan.
Namun, tak lama menghirup udara bebas, polisi kembali menangkapnya pada 18 Agustus 2017. Aman diciduk Tim Densus 88 dengan tudingan baru sebagai tersangka kasus bom Thamrin pada 2016 dan didakwa dengan Pasal 14 juncto Pasal 6 subsider Pasal 15 UU Nomor 15 Tahun 2003, tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, dengan ancaman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Advertisement
Lima Dakwaan
Sedikitnya, ada lima dakwaan jaksa terhadap serangkaian aksi teror dihadapkan kepada Oman. Seperti Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).
Namun dalam persidangan 27 April 2018, Aman membantah semua dakwaan yang ditujukan kepadanya. "Saya tidak tahu, saya tidak menyuruh," ujar Oman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, waktu itu.
Menurut jaksa, Aman yang dikenal luas sebagai pendakwah telah menularkan ajaran yang dinilai menghasut. Mereka yang akhirnya melakukan aksi teror disebut JPU merujuk pada buku seri tauhid dan tulisan Oman yang mengudara di situs millahibrahim.wordpress.com
Jaksa mencoba menghadirkan saksi-saksi yang dinilai bisa menguatkan dalil dakwaan tersebut. Salah satunya Muhammad Ikbal Tanjung alias Usamah, pelaku teror penembakan terhadap polisi di Bima, NTB, pada September 2017.
Meski Ikbal mengaku tidak mengenal terdakwa, dia membeberkan telah mengakses situs rujukan milik Aman sebagai salah satu sumber melakukan serangan teror.
"Ya, saya mengakses situs tersebut, situs tahu dari teman, tapi saya tidak tahu pengelola akses tersebut dan siapa pemiliknya, hanya membaca isinya," kata Ikbal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 20 April 2018.
Lebih jauh, fakta persidangan mengungkap, sosok Aman disebut sebagai kultus Islamic State Iraq Syiria (ISIS) di Indonesia. Kali ini, pembenaran datang dari mantan teroris kelompok Cibiru, Kurnia Widodo, menjadi saksi sidang Aman yang dihadirkan JPU pada 3 April 2018.
"Ikhwan yang aktif di media sosial, seperti grup WhatsApp, memberitahukan terdakwa pemimpin ISIS," ujar Kurnia yang mengaku mendapat informasi dari dari pengikut Oman.
Namun lagi-lagi, Aman mengelak tudingan tersebut. Menurut dia, yang disampaikan dalam dakwah hanyalah ilmu dan bukan sebuah pengakuan jika dirinya seorang utusan, apalagi pimpinan ISIS di Indonesia
"Dari mana gitu, kan? Saya bukan Ketua ISIS, bukan pimpinan ISIS. Tapi kalau orang merujuk sebagian ilmu dari saya, iya. Saya katakan iya," ucap Aman kepada Kurnia.
"Kalau (itu) menuduh silakan," tegas Aman lagi.
Â
Siapa Sosok Aman?
Aman diketahui seorang mantan narapidana di Lapas Nusa Kambangan. Dia dibekuk polisi saat terjadi ledakan di Cimanggis, Depok, pada 21 Maret 2004.
Setelah melewati masa persidangan, Aman divonis bersalah pada 2 Februari 2005 dengan melanggar Pasal 9 UU No 15 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang kepemilikan bahan-bahan peledak dengan divonis tujuh tahun.
Usai bebas pada 2010, Aman kembali ditangkap karena membiayai pelatihan kelompok teroris di Pegunungan Janto, Aceh Besar. Palu sidang pun memvonis Oman dengan masa tahanan 9 tahun penjara di Lapas Nusakambangan dan bebas dengan pemotongan masa tahanan lima bulan.
Namun, tak lama menghirup udara bebas, polisi kembali menangkapnya pada 18 Agustus 2017. Aman diciduk Tim Densus 88 dengan tudingan baru sebagai tersangka kasus bom Thamrin pada 2016 dan didakwa dengan Pasal 14 juncto Pasal 6 subsider Pasal 15 UU Nomor 15 Tahun 2003, tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, dengan ancaman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Advertisement