Laode Syarief: Pernah Surat KPK Dipalsukan untuk Peroleh Hak Remisi

Surat rekomendasi palsu tersebut kemudian digunakan pihak Lapas sebagai landasan pemberian remisi bagi narapidana.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2018, 05:15 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2018, 05:15 WIB
Barang Bukti Tersangka Kalapas Sukamiskin Wahid Husein
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan Saut Situmorang memberi keterangan pers terkait OTT Kalapas Sukamiskin di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7). KPK menetapkan Kalapas Wahid Husein sebagai tersangka. (Liputan6.com/HO/Udin)

Liputan6.com, Jakarta - Tertangkapnya Kepala Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat, Wahid Husein mengungkap fakta lain berupa pemalsuan surat rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat tersebut kemudian digunakan pihak Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai landasan pemberian remisi bagi narapidana.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengatakan, beberapa kali DitjenPas mempertanyakan kejelasan perkara narapidana korupsi, yang padahal sudah dijelaskan berulang kali oleh KPK tidak ada penerimaan justice collaborator oleh narapidana tertentu.

"Soal remisi didiskusikan dengan kita. Tapi biar sudah berkali-kali konfirmasi ini ditanya lagi ini dapat justice collaborator tidak? Padahal sudah kita tekankan misalnya tidak ada. Bahkan pernah surat KPK dipalsukan untuk memperoleh hak remisi," ujar Laode saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (21/7/2018).

Diketahui, Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein ditangkap bersama stafnya bernama Hendry Saputra. KPK juga mengamankan narapidana pidana umum yang menjadi penghubung Fahmi Darmawansyah mendapat fasilitas sel mewah, Andri Rahmat. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap.

 

 

Langgar UU Pemberantasan Korupsi

Terhadap Wahid dan Hendry sebagai penerima, disangkakan telah melanggar Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi dan atau Pasal 12 B Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Fahmi dan Andri sebagai pemberi suap, disangkakan telah melanggar Pasal 5 Ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya