Krisis Venezuela di Negeri Berlimpah Minyak

Venezuela didera inflasi parah atau dikenal hiperinflasi. Padahal dahulu, negara penghasil minyak ini royal memberikan subsidi.

oleh Anri Syaiful diperbarui 25 Agu 2018, 09:11 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2018, 09:11 WIB
Banner Krisis Venezuela di Negeri Minyak
Banner Krisis Venezuela di Negeri Minyak. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Maracaibo - Krisis ekonomi berkepanjangan mendera Venezuela sejak empat tahun lalu. Bahkan, saat ini, negara kaya minyak di Amerika Selatan ini didera inflasi parah atau dikenal hiperinflasi.

Bermula pada 2014, ketergantungan Venezuela terhadap minyak seolah menjadi bumerang ketika harga minyak jatuh di pasar dunia. Alhasil, negara berpaham sosialis ini bahkan kesulitan memenuhi kebutuhan pokok warganya, padahal dahulu royal memberikan subsidi.

Mengutip AP News, Jumat, 24 Agustus 2018, warga Kota Maracaibo kini harus mengantre membeli daging yang tak layak konsumsi. Kulkas tidak berfungsi akibat listrik yang terus-terusan mati dalam sembilan bulan terakhir.

Kondisi Maracaibo cukup ironis, padahal kota ini dipandang sebagai Arab Saudi dari Venezuela. Dijuluki demikian lantaran persediaan minyak di daerah itu yang melimpah. Kekayaan minyak Venezuela membuat negara tersebut abai terhadap diversifikasi ekonomi.

Bagaimana awal mula krisis di Venezuela, sehingga berdampak pada lini kehidupan rakyatnya? Bisakah pemerintah negara sosialis itu mengatasinya? Simak Infografis berikut ini:

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di sini

Infografis Krisis Venezuela di Negeri Minyak
Infografis Krisis Venezuela di Negeri Minyak. (Liputan6.com/Abdillah)

Langkah Sang Presiden

Presiden Venezuela Nicolas Maduro (AP/Ariana Cubillas)
Presiden Venezuela Nicolas Maduro (AP/Ariana Cubillas)

Alih-alih bergerak taktis, Presiden Nicolas Maduro Moros yang berkuasa sejak 14 April 2013 justru kerap menyalahkan pihak asing sebagai biang keladi masalah Venezuela. Belakangan, pemerintahannya mengeluarkan uang baru yang disebut Bolivar Soberano (Bolivar Sovereign atau Bolivar Berdaulat).

Dalam uang baru itu, angka nol dikurangi lima. Jadi, 1.000.000 bolivar hanya menjadi 10 bolivar di uang baru. Namun, uang lama dan uang baru masih sama-sama beredar sampai waktu yang belum ditentukan.

Strategi pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk menahan laju inflasi memberikan masalah baru. Rakyat Venezuela mengaku kebingungan seiring kebijakan pengurangan lima nol dalam nilai mata uang (redenominasi) bolivar.

Sebagai catatan, dalam nilai uang lama, harga barang di Venezuela bisa mencapai jutaan bolivar. Ambil contoh sabun yang mencapai 3,5 juta bolivar atau setara Rp 205 ribu. Atau popok seharga 8 juta bolivar atau Rp 470 ribu (1 bolivar = Rp 0,059).

 


Warga Venezuela Eksodus

Para pengungsi Venezuela berdiri menunggu gerbang kantor perwakilan UNHCR di kota Boa Vista, negara bagian Roraima, Brasil (AFP/Evaristo Sa)
Para pengungsi Venezuela berdiri menunggu gerbang kantor perwakilan UNHCR di kota Boa Vista, negara bagian Roraima, Brasil (AFP/Evaristo Sa)

Krisis berkepanjangan membuat banyak warga Venezuela berbondong-bondong keluar dari negaranya. Negara-negara lain di kawasan yang menjadi tujuan masyarakat Venezuela antara lain Brasil, Kolombia, Ekuador, dan Peru.

Negara-negara tersebut pun berjuang hadapi arus pendatang dari Venezuela. Ratusan ribu masyarakat telah melakukan perjalanan ke Kolombia dan Ekuador, serta banyak yang menuju lebih jauh ke selatan Peru dan Chile.

Selama tiga tahun terakhir, sekitar 3.000 orang Venezuela memasuki Kolombia setiap hari. Negara itu memberikan tempat tinggal sementara kepada lebih dari 800 ribu orang. Sedangkan Pemerintahan Peru menuturkan, sekitar 20 ribu orang Venezuela memasuki negara tersebut pada pekan lalu. (Tommy Kurnia dan Agustina Melani/Liputan6.com)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya