Polri Tak Tahan 12 Tersangka Hoaks Bencana Alam Usai Gempa Palu

Karena ancaman hukuman maksimal kurang dari lima tahun, maka Polri tidak wajib menahan para tersangka hoaks bencana alam.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 09 Okt 2018, 03:20 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2018, 03:20 WIB
Rusuh di Penjara Guyana, 16 Napi Tewas
Ilustrasi penjara Guyana (AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Polri kembali menangkap tiga pelaku penyebaran hoaks tentang bencana alam usai gempa dan tsunami melanda Kota Palu, Sulawesi Tengah dan sekitarnya. Dengan begitu, total ada 12 tersangka penyebar hoaks yang ditangkap, namun tak ada yang ditahan.

"Sudah ditangkap lagi tiga orang pelaku penyebaran berita hoaks bencana alam. Jadi sampai saat ini total pelaku yang sudah diamankan ada 12 orang," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (8/10/2018).

Ketiga pelaku yang diringkus dalah satunya bernama Eddy Anggara Setiawan. Dia ditangkap di Barito Kuala pada Jumat 5 Oktober 2018 lalu karena memposting hoaks erupsi Gunung Soputan di Sulawesi Utara.

"Padahal video yang diposting itu erupsi Gunung Guatemala," katanya.

Pelaku lainnya yang ditangkap yakni Rod Yudah Hermon Brighthunder Tengger Sumilat di Surabaya. Dia ditangkap di hari yang sama setelah terbukti menyebarkan hoaks soal prakiraan BMKG mengenai Megatrust Pulau Jawa dengan kekuatan 8,9 SR.

Terakhir, tersangka bernama Yunan Anies ditangkap di Gorontalo Utara pada Sabtu 6 Oktober lalu. Dia ditangkap lantaran ikut memosting hoaks soal erupsi Gunung Soputan.

 

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

9 Tersangka Hoaks

Ilustrasi penjara (AFP)
Ilustrasi penjara (AFP)... Selengkapnya

Sebelumnya, Polri juga telah menangkap sembilan tersangka penyebaran hoaks bencana alam pascagempa Palu. Mereka yakni Epi Wariani, Joni Afriadi, Uril Unik Febrian, Bobby Kirojan, Ade Irma Suryani Nur, Dhany Ramdhany, Martha Margaretha, Malini, dan Royke Salendo.

Setyo menuturkan, para pelaku dijerat dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tengang KUHP yang berbunyi; barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti, berkelebihan atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidaknya patut diduga mengetahui kabar tersebut dapat menimbulkan keonaran di masyarakat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.

Karena ancaman hukuman maksimal kurang dari lima tahun, maka Polri tidak wajib menahan para tersangka. "Jadi karena ancaman hukumannya hanya dua tahun, tidak ditahan," kata Setyo.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya