Banyak Pejabat Terjerat Korupsi, KPK Akan Lipatgandakan Penindakan

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, penindakan juga selaras dengan pencegahan.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Okt 2018, 11:22 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2018, 11:22 WIB
20170621-KPK Tunjukkan Barang Bukti OTT Gubernur Bengkulu-Afandi
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/6). KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam OTT di Bengkulu, termasuk Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya, Lili Martiani. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, pihaknya terus melakukan upaya pemberantasan korupsi yang menjerat para pejabat publik, di antaranya dengan melipatgandakan penindakan. Penindakan yang dilakukan secara masif sedikitnya mampu menekan tindakan koruptif di pemerintahan baik tingkat pusat ataupun daerah.

"KPK harus melipatgandakan penindakan dan hadir secara masif di banyak kementerian dan lembaga. KPK juga perlu banyak orang-orang lagi," ujar Saut kepada merdeka.com, Minggu (28/10/2018).

Kendati ia mengatakan perlu adanya intensitas penindakan, Saut menjelaskan, penindakan juga selaras dengan pencegahan. Bentuk pencegahan, kata dia, bermacam-macam.

Saut mengatakan, selama ini KPK sudah melakukan dialog ke beberapa pemerintah daerah dan DPRD.

"Dialog dengan pimpinan eksekutif dan legislatif dan lain lain guna perbaikan sistem dalam bentuk koordinasi dan supervisi," kata Saut.

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik menilai, menilai ada banyak faktor kepala daerah tersandung kasus hukum, khususnya tindak pidana korupsi. Salah satu faktor adalah utang piutang politik.

Akmal mengatakan persoalan utang politik menjadi alasan umum bagi para kepala daerah melakukan praktik koruptif. Akmal bahkan menyebutkan, piutang politik ditanggung kepala daerah sejak mencalonkan diri hingga selesai masa jabatan

"Ada utang piutang politik yang membebani kepala daerah mulai dari dia dilantik sampai di akhirnya (masa jabatan)," kata Akmal, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10).

Meski si kandidat ataupun kepala daerah memiliki integritas baik dalam menjalankan roda pemerintahan, tanggung jawab piutang politik kerap kali melunturkan integritas pemerintahan bebas koruptif.

Guna melunasi biaya politik, Akmal mencatat ada dua modus yang dijadikan kepala daerah melunasi utang politik yakni memainkan sektor perizinan dan APBD.

"Karena cost politik yang sangat tinggi ketika daerah tidak memiliki sumber daya perizinan,mereka biasanya main di APBD atau jual jabatan nah ini modus yang kita catat dalam beberapa tahun terakhir," tukasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tangan Tangan Kepala Daerah

Dalam kurun satu bulan KPK menangkap dua kepala daerah yakni Bupati Bekasi dan Bupati Cirebon. Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin diduga menerima suap atas perizinan IMB proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, sebesar Rp 7 miliar dari Billy Sindoro, Direktur Operasional Lippo Grup selaku pemilik mega proyek Meikarta.

Uang Rp 7 miliar merupakan bagian dari Rp 13 miliar yang dijanjikan akan diterima politisi Partai Golkar tersebut.

Sementara Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra ditangkap atas dugaan menerima suap sebesar Rp 100 juta terkait jual beli jabatan di Pemkab Cirebon. Politisi PDIP itu juga diduga menerima gratifikasi dengan total Rp 6,4 miliar.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwatta mengatakan dalam konferensi pers kemarin mengatakan penerimaan suap ataupun gratifikasi oleh Sunjaya diduga untuk pembiayaan logistik Pilkada 2018.

"Bupati ini menjual jabatannya dalam rangka mengembalikan modal apalagi dia petahana," kata Alex.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya