Badan Bahasa Terus Dorong Penggunaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik

Menurut ketua BPPB, persoalan penggunaan bahasa asing di ruang publik itu bermula dari kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah, seperti pemasangan iklan, spanduk, dan penunjuk jalan.

oleh nofie tessar diperbarui 31 Okt 2018, 16:41 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2018, 16:41 WIB
Badan Bahasa Terus Dorong Penggunaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik
Menurut ketua BPPB, persoalan penggunaan bahasa asing di ruang publik itu bermula dari kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah, seperti pemasangan iklan, spanduk, dan penunjuk jalan.

Liputan6.com, Jakarta Selama berlangsungnya sesi pembicara kunci dan diskusi kelompok dalam Kongres Bahasa Indonesia ke-11, Ketua Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Sunendar memiliki sejumlah catatan. Yaitu persoalan pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia dalam rangka menyadarkan seluruh masyarakat agar semakin bangga dan mencintai bahasa Indonesia.

“Karena tanpa kesadaran itu tentu saja bahasa negara (Indonesia) kita itu lama kelamaan bisa tergerus, terutama di ruang publik. Jadi harapannya KBI ke-11 ini harus jadi momentum penegakan bahasa negara di berbagai ranah terutama di ruang publik,” kata Dadang usai menutup Kongres Bahasa Indonesia ke-11, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (30/10).

Menurutnya, persoalan penggunaan bahasa asing di ruang publik itu bermula dari kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah, seperti pemasangan iklan, spanduk, dan penunjuk jalan. Sehingga ke depan harus ada kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah.

“Oleh karena kami terus mengimbau para pimpinan daerah supaya tidak abai dengan undang-undang nomor 24 tahun 2009 yang di dalamnya secara jelas memerintahkan dan mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia di berbagai ranah,” katanya.

Meski begitu, Dadang menyampaikan bahwa pihaknya tidak anti bahasa asing, bahkan mendorong masyarakat untuk menguasai bahasa asing, tetapi pada tempat dan waktunya. Ia pun merasa sedih ketika dalam diskusi-diskusi di kongres ini muncul beberapa informasi, bahwa ada anak-anak Indonesia yang sekarang tidak bisa berbahasa Indonesia.

“Saya merasa kasihan, karena nanti ke depan anak-anak itu jati dirinya kira-kira bagaimana. Nanti, ada krisis identitas, dan krisis identitas ini harus disadari oleh semua orangtua,” tambahnya.

Lebih dari itu, sebagian masyarakat hanya memahami bahwa bahasa Indonesia itu sebagai alat komunikasi saja. Sehingga setelah KBI ke-11 ini, Dadang berharap pemahaman masyarakat itu harus bertambah. Tidak hanya sebagai alat komunikasi, lebih dari itu bahasa Indonesia harus dipahami sebagai perekat kebhinekaan.

 

(*)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya