Kawal Proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih Didakwa Terima Suap Rp 4,750 M

Suap diperuntukkan agar Eni membantu Johannes mendapatkan proyek pengerjaan PLTU Riau-1 senilai USD 900 juta.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Nov 2018, 12:29 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2018, 12:29 WIB
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat ditanya awak media usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7). Eni Saragih diperiksa untuk mendalami aliran dana dari Johannes Budisutrisno Kotjo. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap Rp 4,750 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo. Suap diperuntukkan agar Eni membantu Johannes mendapatkan proyek pengerjaan PLTU Riau-1 senilai US$ 900 juta.

"Menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4.750.000.000. Uang tersebut diberikan agar terdakwa membantu Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek independent power producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau 1," ucap jaksa Lie Putra Setyawan saat membacakan surat dakwaan milik Eni di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (29/11/2018).

Dalam surat dakwaan, jaksa penuntut umum pada KPK merinci perkenalan Eni dengan pemilik Blackgold Natural Resources (BNR) itu menemui Setya Novanto, Ketua DPR saat itu, agar membantunya untuk memfasilitasi bertemu dengan Direktur Utama PT PLN persero Sofyan Basir.

Tindakan Johannes menemui Novanto setelah surat yang diajukan ke PT PLN tak mendapat tanggapan. Surat tersebut berisikan permintaan BNR kepada PT PLN agar proyek IPP PLTU Riau-1 masuk ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Novanto kemudian mengutus Eni Maulani Saragih sebagai pendamping sekaligus fasilitator Johannes Kotjo bertemu dengan Sofyan Basir.

Sebelum mengenalkan Sofyan Basir ke Johannes Kotjo, Eni terlebih dahulu mengajak Sofyan ke kediaman Setya Novanto dan membahas proyek PLN. Saat itu Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III, sayangnya proyek di wilayah tersebut sudah dipegang oleh pihak lain. Sofyan Basir kemudian menyebut bahwa PLTU Riau-1 belum ada yang mengerjakan.

Informasi itu kemudian ditindaklanjuti oleh Eni dengan berkoordinasi oleh Direktur Pengadaan Strategis PT PLN Iwan Supangkat.

"Selanjutnya pada awal tahun 2017 terdakwa memperkenalkan Johanes Budisutrisno Kotjo kepada Sofyan Basir di kantor pusat PT PLN. Pada saat itu terdakwa menyampaikan kepada Sofyan Basir bahwa Johanes adalah pengusaha tambang yang tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU Riau-1," imbuhnya.

Setelah pertemuan, beberapa hari kemudian PT PLN memasukan proyek PLTU Riau-1 masuk ke dalam RUPTL dan menunjuk PT BNR sebagai investornya, bersama dengan anak perusahaan PT PLN, Pembangkitan Jawa Bali (PJB). BNR juga menggaet perusahaan asal China, Chec Huadian sebagai investor.

Berdasarkan Perpres 4/2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan, porsi saham PJB 51 persen. Sementara dalam setoran modal awal, PJB hanya menyetor 10 persen.

Proses penandatanganan Power Purchased Agreement (PPA) juga terkendala saat Chec belum berkenan masa pengendalian hanya 15 tahun. Chec menginginkan 25 tahun dengan pertimbangan menalangi kekurangan setoran awal PJB ditanggung Chec.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Uang untuk Munaslub Golkar

Belum selesai proses tanda tangan, Eni, atas arahan Idrus Marham meminta uang USD 3 juta dan SGD 400 ribu kepada Kotjo untuk keperluan Munaslub Golkar. Kotjo kemudian bertemu dengan Eni dan Idrus untuk menjelaskan fee agency sebesar 2,5 persen yang akan diterima Kotjo dari Chec Huadian sebagian akan diserahkan ke Eni sebagai pihak yang telah membantu.

Idrus meyakinkan Kotjo agar membantu Eni mengingat Eni juga menjabat sebagai bendahara Munaslub Golkar.

Atas desakan Idrus, Kotjo melalui sekretaris pribadinya memberikan uang kepada Eni sebanyak dua tahap 18 Desember 2017 dan 14 Maret 2018, dengan masing-masing besaran Rp 2 miliar.

Uang kembali diberikan Kotjo setelah ada permintaan dari Eni untuk kepentingan suaminya mencalonkan diri sebagai Bupati Temanggung. Awalnya, Eni meminta uang Rp 10 miliar, namun ditolak dengan alasan sulitnya kondisi keuangan. Peran Idrus melobi Kotjo berhasil dan memberikan uang kepada Eni untuk keperluan sang suami sebesar Rp 250 juta.

Sementara itu, dalam surat dakwaan juga merinci fee agency Kotjo dari Chec Huadian akan diserahkan ke sejumlah pihak di antaranya kepada Setya Novanto USD 6 juta, Andreas Rinaldi USD 6 juta, Rickard Phillip Cecile, selaku CEO PT BNR, USD 3.125.000, Rudy Herlambang, Direktur Utama PT Samantaka Batubara USD 1 juta, Intekhab Khan selaku Chairman BNR USD 1 juta, James Rijanto, Direktur PT Samantaka Batubara, USD 1 juta.

Sementara Eni Saragih masuk ke dalam pihak-pihak lain yang akan mendapat komitmen fee dari Kotjo. Pihak-pihak lain disebutkan mendapat 3,5 persen atau sekitar USD 875 ribu.

Atas perbuatannya, Eni didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya