Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri Hari HAM Internasional yang diperingati tiap 10 Desember. Dalam sambutannya dia mengatakan, pemerintah tidak selalu yang melanggar hak asasi manusia, tetapi juga turut menjadi korban.
Jusuf Kalla mencontohkan insiden pada Sabtu, 1 Desember 2018, ketika Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua menyerang dengan menembaki pekerja PT Istaka Karya di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua. Hal tersebut adalah bentuk bahwa pemerintah direnggut haknya.
Baca Juga
"Pemerintah juga dilanggar hak-haknya. Manusia, aparat pemerintah dilanggar hak-haknya. Apa yang terjadi di Papua pada minggu lalu, tentu kita menyadari, siapa yang melanggar HAM? Tentu bukan tentara," kata pria yang kerap disapa JK ini di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (11/12/2018).
Advertisement
Dia menjelaskan, tidak selalu pemerintah yang melanggar HAM. Masyarakat juga melanggar HAM dengan membunuh tanpa alasan.
"Jadi bukan hanya seperti yang ditangkap seseorang merupakan pelanggaran HAM. Tetapi juga aparat pemerintah juga dilanggar hak asasinya," kata JK.
Dia menegaskan, pemerintah bukan hanya dalam posisi selalu tertuduh. Tapi pemerintah menjadi korban HAM tersebut. Hal inilah, yang harus dipahami.
"Bagaimana secara bersama-sama dan kita menghargai itu. Karena itu lah pemerintah membentuk Komnas HAM ini dalam rangka kita menghargai hak-hak dasar manusia yang seperti itu," tambah JK.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
TNI: KKB Putar Balikkan Fakta
Kapendam XVII/Cendrawasih Kolonel Infanteri Muhammad Aidi geram lantaran Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua memutarbalikkan fakta tentang pelanggaran HAM yang dilakukan TNI.
Menurut Aidi, tudingan KKB terhadap TNI ini untuk menarik simpatik masyarakat internasional. Sementara isu HAM menjadi senjata utama mereka.
Misalnya, kata dia, ketika KKB menuding Zeni Tempur (Zipur) TNI Angkatan Darat lah yang melakukan pembangunan jalan Trans Papua di Distrik Yigi, Papua. Namun ternyata yang KKB bunuh di lokasi tersebut adalah warga sipil yang tengah bekerja membangun jembatan.
Lalu dikatakan pula TNI melancarkan aksi pengeboman dan mengujani peluru di Distrik Yigi dan Mbua saat melakukan evakuasi terhadap puluhan korban serangan KKAB. Hingga dikabarkan dua aparat desa tewas terkena peluru namun belum jelas apakah warga sipil atau bagian dari KKB.
"Semua itu ada upaya-upaya memutarbalikkan fakta, menciptakan opini publik seolah-olah TNI melakukan pelanggaran HAM. Tapi apa yang dilakukan mereka, membantai orang tak berdosa, mereka mengaburkan itu," tegas Aidi saat dihubungi JawaPos, Minggu 9 Desember 2018.
Dia menerangkan, TNI memiliki aturan dalam rangka penyerangan. Prajurit TNI di wilayah Papua tau mana kombatan dan bukan. "Sementara mereka sama sekali tidak tahu itu, tidak mengindahkan itu. Tidak mengerti aturan, tidak pernah sekolah, gerombolan, membunuh orang begitu saja," ujar Aidi.
Aidi juga heran dengan sejumlah pihak yang turut menyuarakan agar TNI tidak melanggar HAM dalam menangani KKB. Selama ini, aparat berupaya untuk mengendalikan diri walaupun diserang habis-habisan oleh kelompok bersenjata.
Seperti halnya di Mbua kemarin, kata Aidi masyarakat membawa tombak dan batu dan dijadikan tameng oleh KKB. Mereka menyerang pos TNI yang ada di sana.
Hingga akhirnya kata Aidi, satu prajurit TNI gugur. Padahal, dia bisa melakukan perlawanan dengan menembaki KKB yang dibekingi warga. "Menembaki (dalam rangka) perlawanan sah-sah saja. Tapi nanti kita dianggap melanggar HAM," ujar dia.
Â
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement