Jembatan Ampera dari Masa ke Masa, Ikon Kota Palembang

Pernah dinamai jembatan Bung Karno.

oleh Septika Shidqiyyah diperbarui 21 Des 2018, 13:04 WIB
Diterbitkan 21 Des 2018, 13:04 WIB
Jembatan Ampera
Jembatan Ampera.

Liputan6.com, Jakarta Jembatan Ampera merupakan ikon Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Jembatan Ampera mempunyai panjang lebih dari 1.000 meter dengan lebar 22 meter, dengan ketinggian mencapai 63 meter. Sementara dari permukaan air tinggi Jembatan Ampera mencapai 11 meter. Jembatan Ampera memiliki berat sekitar 944 ton. Pada masanya jembatan yang dibangun pada 1962-1965 itu tercatat sebagai jembatan terpanjang di Asia Tenggara.  

Masyarakat Kota Palembang sepakat jembatan yang menghubungkan wilayah seberang ilir dan seberang ulu ini merupakan simbol kota yang menjadi kebanggaan masyarakat Palembang.

Ide pembangunan sudah ada sejak 1906

Ide pembangunan Jembatan Ampera sendiri sebenarnya sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda di tahun 1906.

Kala itu tujuan utama untuk menghubungkan dua daerah di Palembang yang terpisah oleh Sungai Musi, yaitu seberang ilir dengan seberang ulu. Namun, ide tersebut baru terealisasi pada 1957. 

Setelah dibuat rancangan yang matang, penandatanganan kontrak penunjukan perusahaan pelaksana dilakukan pada 14 Desember 1961. Adapun besarnya dana yang disetujui untuk pembangunan jembatan ini adalah sekitar USD 4.500.000.

Pada April 1962 pembangunan pembuatan jembatan dimulai atas biaya pemerintah Jepang, sebagai bentuk kompensasi perang Dunia II dari pemerintah Jepang terhadap Indonesia. Tak hanya biaya, tenaga ahli pembuat Jembatan Ampera pun didatangkan dari Negara Jepang.

Fuji Mobil Manufacturing Co Ltd diberikan tanggung jawab untuk mendesain dan konstruksinya. Proses pembuatan jembatan Ampera memakan waktu sekitar 3 tahun lama nya. Jembatan Ampera diresmikan oleh oleh Letjen Ahmad Yani pada 30 September 1965.

Desain jembatan yang unik

Di awal pembangunannya, Jembatan Ampera sengaja dirancang agar bagian tengah jembatan bisa diangkat sehingga kapal-kapal besar bisa melintas Sungai Musi tanpa tersangkut badan jembatan. Pengangkatan badan jembatan dilakukan dengan cara mekanis, yaitu dengan menggunakan dua bandul pemberat yang masing-masing mempunyai bobot sekitar 500 ton, bandul tersebut terdapat di kedua menaranya. Kecepatan membukan jembatan sekitar 10 meter/ menit, dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk membuka jembatan secara penuh.

Ukuran maksimum kapal yang dapat melewati Jembatan Ampera pada saat posisi terangkat sempurna berukuran lebar 60 meter dengan tinggi 44,50 meter.

Sementara jika bagian tengah jembatan ini tidak diangkat, maka tinggi kapal maksimum yang bisa lewat di bawah Jembatan Ampera hanyalah 9 meter dari permukaan air sungai.

Aktivitas bagian tengah Jembatan Ampera yang dapat naik turun tersebut hanya berlangsung selama kurang lebih 5 tahun. Kini bagian tengah Jembatan Ampera sudah tidak dibuka kembali alasannya membutuhkan waktu yang lama untuk membuka jembatan dan berakibat akan mengganggu arus lalu lintas yang ada di atasnya. Selain itu, faktor lain dari adanya penutupan tersebut karena kini tidak ada lagi kapal yang melintas di bawah jembatan.

Lalu, pada 1990 kedua bandul pemberat yang mencapai 500 ton di menara jembatan Ampera ini diturunkan dengan alasan keamanan.

Selain mempunyai fungsi yang sentral dalam menghubungkan dua wilayah yang dipisahkan Sungai Musi, jembatan Ampera juga mempunyai sejarah panjang keberadaannya.

Nama-nama untuk Jembatan Ampera

Di awal berdirinya, Jembatan Ampera diberi nama Jembatan Musi, mengingat jembatan ini melintas di antara dua wilayah yang dipisahkan Sungai Musi. Kemudian nama tersebut juga sempat diganti menjadi menjadi Jembatan Bung Karno, sebagai penghormatan kepada Sukarno yang dianggap berperan besar bagi berdirinya jembatan.

Persoalan politik di Tanah Air kemudian mengubah nama Jembatan Bung Karno menjadi Jembatan Ampera. Ampera merupakan akronim dari Amanat Penderitaan Rakyat. Ampera merupakan slogan yang kerap dipakai oleh Sukarno yang mengilhami perjuanganya memimpin negara untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bersama. 

Sebagai ikon Kota Palembang, Jembatan Ampera terus mengalami perubahan dan peremajaan. Pada 1981 Jembatan Ampera pernah direnovasi karena muncul kekhawatiran akan ancaman kerusakan yang bisa membuatnya ambruk.

Warna jembatan pun sudah mengalami tiga kali perubahan dari awal berdiri berwarna abu-abu terus tahun 1992 diganti kuning dan terakhir pada 2002 diubah menjadi merah. Warna ini terus dipertahankan sampai sekarang.

Rehabilitasi Jembatan Ampera sendiri terakhir dilakukan menjelang Asian Games 2018 pada bulan Juli lalu. Rehabilitasi Jembatan Ampera kala itu dilakukan dengan memperbaiki atap pylon, perkuatan struktur pelat lantai, pengecatan rangka jembatan, penambahan tinggi pagar jembatan, dan penataan trotoar di kanan dan kiri jembatan yang turut dilengkapi tempat sampah, kursi dan lampu taman. 

Selain rehabilitasi konstruksi jembatan, Kementerian PUPR meningkatkan aspek artistik jembatan dengan memasang jam analog seberat sekitar 200 kg dengan diameter 5,5 meter yang ditempatkan pada menara jembatan, baik yang ada di sisi ilir dan ulu. Upaya tersebut dinilai menambah keindahan Kota Palembang. 

Jembatan Ampera di kala malam akan dihiasi lampu-lampu, sehingga tampak indah dan eksotis. Banyak yang berpendapat, menyaksikan Jembatan Ampera di kala malam seperti menyaksikan eksotika Venesia di Italia. Dari atas Jembatan Ampera akan terlihat Benteng Kuto Besak yang masih kokoh berdiri.

Tak heran jika banyak yang berpendapat, melancong ke Palembang belum lengkap jika belum menyaksikan keindahan jembatan ampera. 

Waktu terbaik untuk mengunjungi Jembatan Ampera adalah ketika senja dengan pantulan keemasan matahari di permukaan sungai atau malam hari dengan permainan lampu yang kontras dengan gelapnya langit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya