3 Fakta OTT KPK dalam Kasus Suap Proyek Air Minum PUPR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Des 2018, 15:08 WIB
Diterbitkan 30 Des 2018, 15:08 WIB
Suap Pejabat Kementerian PUPR
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti total Rp 3.369.531.000, SGD 23.100, dan USD 3.200 pers terkait dugaan suap Pejabat Kementerian PUPR yang melibatkan 21 orang di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (30/12) dini hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang dikelola Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh pejabat di Kementerian PUPR terkait proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) pada tahun anggaran 2017-2018," ujar Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, dalam konferensi pers, Jakarta, Minggu (30/12/2018) dini hari.

Nama-nama diduga pemberi suap antara lain Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto (BSU), Direktur PT WKE Lily Sundarsih (LSU), Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) Irene Irma (IIR), dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo (YUL).

Sementara itu, diduga sebagai penerima adalah Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggal Nahot Simaremare (ARE), PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah (MWR), Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat Teuku Moch Nazar (TMN), dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin (DSA).

"Secara paralel, tim lain bergerak ke Pulo Gadung, Jakarta Timur untuk mengamankan YHS, A, dan DW di kantor PT WKE. Kemudian, pada pukul 21.00 WIB, tim bergerak ke Kelapa Gading untuk mengamankan BSU, LSU, IIR, dan W, di tempat tinggal BSU," tutur Saut, seperti dilansir Antara.

Pada Jumat 28 Desember pukul 15.30 WIB, KPK juga menangkap Meina Woro Kustinah (MWR) di ruang kerjanya di Gedung Satker Pengembangan Sistem Pernyediaan Air Minum (PSPAM) Strategis Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

"Bersama dengan MWR, tim mengamankan uang sejumlah 22.100 dolar Singapura di dalam amplop. Setelah mengamankan MWR, di lokasi yang sama tim KPK mengamankan ARE, TMN, DSA, DWA, ABU, UWH, WIK, SPP, D, SU, AD, dan T," tutur dia.

Dari OTT tersebut, tim KPK mengamankan uang sebesar Rp100 juta dan 3.200 dolar AS di dalam mobil Teuku Moch Nazar yang sedang terparkir di Gedung Satker PSPAM Strategis. Bersama dengan MWR, tim KPK juga mengamankan 22.100 dolar Singapura di dalam amplop.

Saat ini, seluruh pihak yang diamankan tersebut telah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Berikut ini Liputan6.com merangkum 3 fakta kasus suap proyek Pembangunan penyedia sistem air minum:

Saksikan video pilihan di bawah ini:

1. Berkaitan dengan Bencana di Palu

Suap Pejabat Kementerian PUPR
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Kabiro Humas Yeyek Andriati saat keterangan pers terkait dugaan suap Pejabat Kementerian PUPR yang melibatkan 21 orang sebesar Rp 429 milliar di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (30/12) dini hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Salah satu proyek yang menjadi bahan bancakan merupakan infrastruktur pengadaan air di daerah bencana tsunami beberpa waktu lalu, Palu, Sulawesi Tengah. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

KPK mengecam keras dan sangat prihatin karena dugaan suap ini," kata Saut di Gedung KPK, Minggu (30/12/2018) dini hari.

Tsunami yang melanda Palu dan Donggala terjadi pada September lalu. Kasus suap proyek di Palu ini bisa terungkap setelah KPK menerima informasi dari masyarakat.

"KPK melakukan tangkap tangan pada hari Jumat, 28 Desember 2018 di beberapa lokasi di Jakarta," papar Saut.

 

2. Hukuman Mati

Suap Pejabat Kementerian PUPR
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti total Rp 3.369.531.000, SGD 23.100, dan USD 3.200 pers terkait dugaan suap Pejabat Kementerian PUPR yang melibatkan 21 orang di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (30/12) dini hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

KPK sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati untuk para pelaku kasus suap proyek Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR.

Gagasan tersebut muncul karena salah satu proyek bacakan berhubungan langsung dengan infrastruktur yang akan dibangun di daerah bencana tsunami beberapa waktu lalu, Palu dan Donggala.

"Kita lihat dulu, apakah masuk kategori pasal 2 yang korupsi bencana alam yang menyengsarakan hidup orang banyak itu kalau menurut penjelasa pasal 2, itu kan. memang bisa di hukum mati," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Minggu (30/12/2018) dini hari.

Air masuk dalam kategori sumber daya penting. Menurut Saut, persoalan kesediaan air juga masuk dalam komite percepatan penyediaan infrastukrur prioritas pemerintah.

Akan tetapi, Saut belum bisa memastikan pasal vonis hukuman mati ini kelak diterapkan.

"Nanti kita pelajari dulu (Pasal hukuman mati), kita belum bisa putuskan ke sana, nanti kalau itu relevan," Saut mengakhiri.

 

3. Bernilai Ratusan Miliar

Suap Pejabat Kementerian PUPR
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti total Rp 3.369.531.000, SGD 23.100, dan USD 3.200 pers terkait dugaan suap Pejabat Kementerian PUPR yang melibatkan 21 orang di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (30/12) dini hari. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, para pelaku melakukan kongkalingkong untuk mengatur pemenagan proyek.

PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernllai di atas Rp 50 miliar. Sementara PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp 50 miliar.

"Kedua perusahaan Ini memenangkan 12 paket provek dengan total nilai Rp 429 miliar. Proyek terbesar adalah Pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai proyek Rp 210 miliar," papar Saut.

Persuahaan pemenang proyek diminta bayaran sebesar 10 persen dari hasil proyek. Bagian twersebut kemudian masuk ke kantong Empat pejabat Kementerian PUPR.

 

Reporter: Rifqi Aufal Sutisna

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya