4 Hal yang menjadi Sorotan Terkait Rencana Pembebasan Abu Bakar Baasyir

Rupanya masih ada berkas-berkas dan persyaratan yang harus dipenuhi Abu Bakar Baasyir sebelum bisa bebas dari balik jeruji besi.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 22 Jan 2019, 06:36 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2019, 06:36 WIB
Abu Bakar Baasyir
(FOTO:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir segera dibebaskan dalam waktu dekat. Pembebasan ini dilakukan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi karena alasan kemanusiaan.

"Yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya Beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan," kata Jokowi.

Ia pun menugaskan kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra untuk mengurus pembebasan Abu Bakar Baasyir.

Selain itu, alasan pembebasan Baasyir juga terkait kondisi kesehatannya yang menurun sehingga menjadi pertimbangan utama. Jokowi menegaskan proses pemikiran ini memakan waktu yang cukup panjang.

Keluarga maupun kuasa hukum Baasyir menyambut baik kabar tersebut. Meskipun begitu, rupanya masih ada berkas-berkas dan persyaratan yang harus dipenuhi Baasyir sebelum bisa bebas dari balik jeruji besi.

Berikut 4 kabar terkini Abu Bakar Baasyir sebelum dinyatakan bebas bersyarat yang dihimpun Liputan6.com:

1. Tolak Nyatakan Setia Pancasila dan NKRI

Abu Bakar Baasyir Akan Dibebaskan
Abu Bakar Baasyir Akan Dibebaskan (FOTO: VIDEO SCTV)

Terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir menolak menandatangani dokumen yang menjadi bagian dari prosedur pembebasan bersyaratnya. Berkas tersebut salah satunya berisikan pernyataan untuk setia kepada Pancasila dan NKRI.

Kuasa Hukum Abu Bakar Baasyir, Mahendradatta, menyampaikan alasan penolakan kliennya bukan berarti menentang Pancasila dan NKRI.

"Yang jelas, yang tidak mau ditandatangani adalah janji tidak akan melakukan tindak pidananya lagi. Ustaz seumur-umur sampai meninggal katakanlah, sampai dipenjara, nggak mau dikatakan telah melakukan tindak pidana. Apalagi lagi, artinya kan telah melakukan," tutur Mahendra di kantornya, Jalan Raya Fatmawati, Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Senin, 21 Januari 2019.

Menurut Mahendra, dokumen tersebut menjadi satu kesatuan dengan sejumlah poin di dalamnya. Pertama, Abu Bakar Baasyir diminta mengakui telah bersalah.

Kedua, menyesali perbuatan pidana itu, dan tidak mengulangi lagi dan ketiga barulah terkait setia kepada NKRI dan Pancasila.

Hingga saat ini, Abu Bakar Baasyir menampik terlibat dalam aksi bom dan terorisme yang terjadi di Indonesia. Dia menegaskan bukanlah aktor perencana dan penyandang dana latihan militer di Aceh dan Cijantung, tidak terkait dengan bom Bali, hingga bom Mariot.

"Beliau tidak tahu kalau latihan militer kesiapan untuk para muhajid yang ingin berangkat ke Palestina. Yang dia tahu itu latihan yang bersifat sosial," jelas Mahendra.

 

2. Pembebasan Baasyir Hal Lumrah

Abu Bakar Baasyir
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir melambaikan tangan kepada para pendukungnya usai menjalani persidangan di Jakarta, (16/06/2011). (AFP Photo/Romeo Gacad)

Kuasa Hukum Abu Bakar Baasyir, Mahendradatta menyampaikan, sebenarnya penandatanganan dokumen tersebut bagian Peraturan Menteri (Permen) Hukum dan HAM. Sebab itu, Jokowi bisa saja mengabaikannya lantaran menggunakan alasan kemanusiaan.

"Dokumen itu isinya macam-macam, yang paling penting adalah dokumen tidak akan melakukan tindak pidana lagi dan ustaz tidak mau mengakui telah melakukan tindak pidana. Apalagi soal terlibat latihan militer. Yang dia tahu itu latihan yang bersifat sosial," tutur Mahendra.

Mahendra menegaskan, pembebasan Abu Bakar Baasyir murni masalah hukum dan kemanusiaan. Meski sehat, kliennya itu perlu menjalani perawatan intensif. Karena itu, pembebasan tersebut dianggap hal lumrah.

"Siapa pun presidennya, dia harus mengambil langkah itu berdasarkan hukum dan kemanusian. Dia punya hak bebas, Undang-Undang 12 Tahun 1955 huruf K. Napi berhak pembebasan bersyarat. Yang atur-atur harus tanda tangan itu peraturan menteri. Kalau Presiden mau, bisa dikesampingkan," jelas dia.

Mahendra menyatakan dari awal pihaknya terus mengupayakan pembebasan bersyarat untuk Abu Bakar Baasyir.

Dengan munculnya Jokowi yang bermaksud membebaskan kliennya, bukan berarti upaya itu berakhir.

"Terakhir dari saya atas kehebohan ini, dimulai kunjungan Yusril di lapas dan melakukan konpers yang kita tidak tahu. Padahal kita sedang berbicara mengusahakan pembebasan bersyarat. Apakah tanpa syarat bisa atau uji materil. Karena ini kan aturan menteri saja," Mahendra menandaskan.

 

3. Minta Bebas Pekan Ini

Abu Bakar Baasyir
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir melambaikan tangan kepada media setelah sidang di Jakarta, (25/05/2011). (AFP Photo/Adek Berry)

Pembebasan Abu Bakar Baasyir diharapkan kuasa hukumnya dapat segera terealisasi pada Rabu pekan ini.

"Iya (kita usulkan) Rabu," tutur kuasa hukum Abu Bakar Baasyir, Mahendradatta.

Menurut Mahendra, hingga kurun waktu tersebut, akan ada kemungkinan polemik dan permasalahan yang muncul. Keseluruhannya sebaiknya diperhatikan dengan matang.

"Kita tidak mau ikut campur. Pokoknya harus selesai minggu ini, itu kata Yusril. Itu yang kami pegang janjinya. Bila kata-kata itu tidak terbukti, kami bersikap lain," jelas dia.

Hanya saja, dia enggan membeberkan langkah apa yang akan diambil jika pada minggu ini Abu Bakar Baasyir belum juga dibebaskan. Yang pasti, sudah ada gambaran perencanaan terkait hal tersebut.

"Harus selesai minggu ini. Kalau tidak selesai, kami dengan sangat menyesal akan bersikap lain," Mahendra menandaskan.

 

4. Tanggapan Baasyir

Abu Bakar Baasyir
Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dikawal aparat kepolisian meninggalkan Mabes Polri untuk menjalani operasi katarak di Jakarta, (29/02/2012). (AFP Photo/Adek Berry)

Terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir tidak ambil pusing terkait bebas tidaknya dari balik jeruji besi. Melalui kuasa hukumnya, dia menyatakan semua yang terjadi sudah menjadi ketentuan Allah.

Hal itu disampaikan kuasa hukumnya, Mahendradatta saat kunjungan ke Lapas Gunung Sindur pada Minggu 20 Januari 2019.

"Inilah tanggapan ustaz, 'Ini semua ketentuan Allah. Kalau saya bebas itu ketentuan Allah, kalau saya nggak jadi bebas itu juga ketentuan Allah. Semua saya terima dengan sabar'," tutur Mahendra mengulang ucapan Abu Bakar Baasyir.

Menurut Mahendra, sikap Abu Bakar Ba'asyir itu tidak lantas menyurutkan usahanya bersama tim untuk upaya pembebasan. Sebab, Mahendra sangat yakin bahwa kliennya tidak bersalah dan jauh kaitannya dengan berbagai aksi terorisme yang terjadi di Indonesia.

"Ustaz itu tidak pernah terbukti dalam aksi bom mana pun. Perkara dituduh sudah, didakwa, tapi tidak terbukti. Pertama, ustaz dituduh bom Bali 1, itu kemudian yang kena urusan KTP imigrasi. Disebut membuat surat palsu karena ngaku tidak pernah ke luar negeri. Dihukum 1,5 sampai 2 tahun. Bom Balinya bebas," jelas dia.

Usai keluar jeruji besi, lanjutnya, Abu Bakar Ba'asyir dituduh terlibat aksi pengeboman di Hotel JW Mariot. Lagi-lagi hal itu pun pada akhirnya tidak terbukti.

"Yang ketiga dianggap sebagai pendana latihan militer di Cijantung yang beberapa instrukturnya katanya terlibat dalam terorisme. Padahal ustaz tidak mengetahui detail latihan itu. Ustaz hanya bisa nyumbang sedikit, ya nyumbang saja, tahunya ya latihan i'dad. Teman-teman FPI itu juga ada terekrut bilangnya untuk latihan ke Palestina. Yang sekarang masih di luar, yang dianggap teroris insaf," Mahendra menandaskan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kembali Dipertimbangkan

Jakarta Raih Predikat Provinsi dengan Indeks Demokrasi Terbaik
Menko Polhukam Wiranto memberi sambutan saat memberikan piagam penghargaan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2017 di Jakarta, Kamis (13/12). BPS memberikan penghargaan kepada empat provinsi peraih IDI terbaik. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Pemerintah kini mengkaji kembali rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir. Aspek yang dikaji mulai ideologi Pancasila, NKRI, dan aspek hukum.

"Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut. Namun tentunya masih perlu dipertimbangkan aspek-aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum, dan lain sebagainya," ujar Menko Polhukam Wiranto dalam jumpa pers di kantornya, Jl Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2019).

Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi. Presiden Jokowi, menurut Wiranto, tak grusa-grusu mengambil keputusan.

Karena itu, pejabat kementerian terkait mengkaji sejumlah aspek yang disebut Wiranto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya