Mimpi Lanjutan Andrea Hirata untuk Negeri Laskar Pelangi Belitung

Andrea menyadari, di kepulauan Belitung tidak ada pusat budaya yang menceritakan soal tanah Belitung dan budaya melayu.

oleh Andrie Harianto diperbarui 29 Jan 2019, 06:06 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2019, 06:06 WIB
Museum Kata Andrea Hirata
Museum Kata Andrea Hirata

Liputan6.com, Jakarta - "Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu."

Kalimat tersebut terpampang di salah satu sudut Museum Kata Andrea Hirata, Belitung Timur. Kalimat itu juga seolah menjadi kunci serta kekuatan Andrea untuk terus berkarya. Lantas, mimpi apalagi yang ingin digapai setelah sederet novel dan museum?

"Ke depan ini tidak sekedar museum, tapi menjadi pusat pembelajaran dan pusat budaya," ujar Andrea Hirata kala berbincang dengan Liputan6.com dan beberapa jurnalis London dalam rangkaian market focus Country di London Book Fair (LBF) 2019, beberapa waktu lalu.

Museum Kata

Perbincangan dilakukan melalui sambungan telepon. Andrea tengah berada di Jakarta dalam rangka menyelesaikan karya novel terbarunya bersama editor.

Bukan tanpa alasan Andrea bermimpi untuk membangun Museum Kata dari sekedar museum yang memajang jejak perjalanan Andrea. Dia menyadari, di kepulauan Belitung tidak ada pusat budaya yang menceritakan soal tanah Belitung dan budaya melayu.

Tidak hanya itu, Andrea merasa pendidikan untuk masyarakat di daerahnya sangat sulit untuk diakses. Dengan kata lain, orang-orang berduit yang dapat menikmati pendidikan di Belitung Timur.

"Saya membayangkan museum seperti sekolah. Dan kita masih mengerjakannya ke arah itu," ujar Andrea.

 

Terinspirasi Mark Twain

Museum Kata Andrea Hirata
Museum Kata Andrea Hirata

Museum kata berdiri 2010 selepas dia mendapatkan beasiswa penulisan dari Univeristas Iowa. Dalam kesempatan itu, dia mengunjungin beberapa museum yang dibangun berdasarkan karya novel, seperti Museum Hanibal, juga museum Mark Twain yang menceritakan petualangan Huckleberry Finn, di Amerika Serikat.

Dari Iowa jejak karya Andrea mulai mendunia dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. Laskar Pelangi yang bercerita tentang mimpi 10 orang anak Belitung, tidak lagi menjadi milik Indonesia, tapi sudah menjadi milik dunia.

Andrea tidak memungkiri bahwa ide mendirikan Museum Kata di tempat kelahirannya terinspirasi dari berdirinya museum yang dilatari karya novelis dunia.

"Ketika saya pulang (ke Indonesia) saya tidak punya museum literasi seperti itu. Dan... kami membuatnya," tutur Andrea.

Museum Kata

Lantas, apa strategi Andrea untuk merangkul masyarakat Belitung Timur terlibat dalam mewujudkan mimpi Andrea membangun museum literasi pertama di Indonesia?

"Nanti kita akan lebih banyak event, dulu pernah punya Festival Laksar Pelangi, kita akan hidupkan lagi itu, menggunakan teknologi," tutur Andrea.

Mimpi lain Andrea adalah untuk menjadikan Museum Kata sebagai tempat bertemunya pegiat literasi, misalnya antara penerbit dan penulis di kampungnya. Mengingat industri penerbitan berkembang pesat di Indonesia.

"Sehingga tidak ada sekat antara editor dan penulis. Para penulis bisa konsultasi dengan editor di sana (Museum Kata)," ujar Andrea.

 

Tanah Tuan Kongsi Mewujud Kata

Museum Kata Andrea Hirata
Museum Kata Andrea Hirata

Museum Kata terletak di Desa Gantung, Belitung Timur, Bangka Belitung. 100 Meter dari Kampung Ahok, kediaman eks Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Jarak tempuh dari Bandara H.A.S. Hanandjoeddin ke Belitung Timur sekitar satu jam perjalanan.

"Dulu kami menyebut rumah ini Rumah Tuan Kongsi," ujar Sandi, salah satu pemuda setempat yang dipercaya untuk mengelola Museum Kata.

Rumah Tuan Kongsi kemudian dibeli oleh Andrea Hirata. Luasnya sekitar 1 hektare. Rumah tersebut berdiri sejak 200an tahun lalu ketika pemerintah Hindia Belanda masih menduduki Indonesia. Rumah itu merupakan rumah pejabat pertambangan timah di masanya.

Sandi masih ingat betul masa-masa sebelum Museum Kata berdiri, atau sebelum Laskar Pelangi mencuatkan Belitung.

"Kami dulu kalau sore main gaple di depan rumah. Jalan sudah sepi, enggak banyak yang jalan. Kalau mau ke perempatan (sekitar 200 meter) seram sekali karena sepi," kenang Sandi.

Laskar Pelangi perlahan mengubah wajah Belitung. Semula, pulau yang satu kesatuan dengan Bangka ini tidak begitu dikenal orang, namun saat ini orang memasukan Belitung di daftar kunjungan wisata.

"Waktu mulai booming film Laskar Pelangi, ramai sekali orang ke sini," ujar Sandi.

Di dalam Museum kita bisa melihat jejak karya Andrea Hirata. Beberapa sampul buku Laskar Pelangi dengan beragam terjemahan ditampilkan di museum tersebut. Kutipan-kutipan inspiratif menghiasi sudut museum.

Museum Kata

Bila anda penggemar kopi, coba rasakan kopi di bagian belakang rumah tersebut. "Kami menyebutnya Kopi Kuli. Karena kebiasaan tukang-tukang tambang timah jaman dulu minum kopi sebelum nambang," kata pemuda lulusan Universitas Brawijaya ini.

Waktu berjalan. Tujuh tahun Mesum Kata berdiri, pengelola memutuskan untuk membuka loket tiket. Hal ini dikarenakan agar operasional museum tetap terjaga. Maklum saja, museum literasi pertama dan satu-satunya ini tidak ada sokongan duit pemerintah, baik pusat atau daerah.

"Dulu royalti film dan buku ada, tapi kan tidak sekencang dulu, jadi ya mau tidak mau kami buka tiket boks," tutur Sandi.

Tiket dihargai Rp 50 ribu untuk satu orang pengunjung. Setiap pengunjung juga diberikan buku yang berisi cuplikan-cuplikan setiap novel dan kumpulan cerpen Andrea.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya