KPK: Tuntutan 8 Tahun Penjara Sesuai Sikap Eni Saragih

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu menuntut Eni 8 tahun penjara.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Feb 2019, 07:55 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2019, 07:55 WIB
Eni Maulani Saragih Dituntut 8 Tahun Penjara
Terdakwa suap kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih bersiap menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1). Eni dituntut 8 tahun penjara, denda Rp 300 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara KPK Febri Diansyah menilai tuntutan 8 tahun penjara terhadap mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sesuai dengan sikap kooperatif politikus Golkar tersebut.

"Kalau dilihat pasal yang dikenakan terhadap Eni Saragih itu ancaman pidananya seumur hidup atau maksimal 20 tahun. Ketika dituntut 8 tahun itu artinya kurang dari setengah tuntutan maksimal," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 6 Februari 2019.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu menuntut Eni Saragih 8 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti menerima menerima Rp 10,35 miliar 40 ribu dolar Singapura dari pengusaha yang bergerak di bidang energi dan tambang.

"Tuntutan-tuntutan yang lebih ringan ini juga sebagai bentuk penghargaan terhadap sikap kooperatif yang dilakukan karena kalau mau dituntut maksimal kan bisa 15 tahun atau bahkan sampai 20 tahun," ucap Febri.

Selain bersikap kooperatif, kata Febri, Eni Saragih juga telah mengembalikan uang selama proses penanganan perkara.

"Ada faktor-faktor yang meringankan mengembalikan uang dan juga bersikap kooperatif selama proses penanganan perkara itu dihitung sebagai faktor yang meringankan," kata Febri seperti dilansir Antara.

Tolak Justice Collaborator

Sementara itu soal Eni yang mengaku kecewa karena tidak diberiksan status Justice collaborator (JC), Febri mengatakan bahwa salah satu syarat menjadi JC adalah bukan pelaku utama. 

"Menjadi JC memang tidak mudah ketika kami analisis bahwa salah satu syarat JC adalah yang bersangkutan bukan pelaku utama dan itu tidak terpenuhi menurut KPK. Kita belum tahu nanti hakim bagaimana pendapatnya, hakim tentu punya kewenangan juga untuk menilai hal tersebut," ucap Febri.

Namun, kata dia, pelaku utama pun bisa juga lebih dari satu orang yang mempunyai peran yang sama-sama signifikan dalam sebuah kasus korupsi.

"Pertanyaan sederhananya kalau misalnya KPK memandang Eni pelaku utama, apakah tidak ada pelaku yang lain. Pelaku utama itu bisa satu orang bisa dua orang bisa beberapa orang yang punya peran yang sama-sama signifikan dalam sebuah kasus korupsi," ujarnya. 

Oleh karena itu, ucap dia, jika ditemukan bukti yang cukup maka KPK bisa saja  menyatakan bahwa Eni bukan orang terakhir yang diproses dalam kasus tersebut. 

"Karena kami juga masih mengembangkan terhadap pelaku-pelaku yang lain," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya