HEADLINE: Waktu Mepet Jelang Pilpres, Jurus Jokowi Vs Prabowo Dongkrak Elektabilitas?

Hasil survei terbaru dari Litbang Kompas menyebut jarak elektabilitas Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi mendekat. Harus ada strategi jitu di waktu yang tinggal 26 hari.

oleh Hanz Jimenez SalimIka Defianti diperbarui 22 Mar 2019, 00:03 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2019, 00:03 WIB
Peluk Hangat Jokowi - Prabowo Akhiri Debat Perdana Pilpres 2019
Capres dan cawapres nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi-Ma'ruf Amin bersalaman dengan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno usai debat perdana Pilpres 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Jarak elektabilitas pasangan capres dan cawapres jelang hari pencoblosan 17 April 2019 kian dekat, itu yang ditunjukkan hasil survei terbaru dari Litbang Kompas.

Berdasarkan survei tersebut, elektabiltas Jokowi-Ma'ruf Amin mengalami penurunan, sementara lawannya Prabowo Subianto-Sandiaga Uno naik tipis.

Dari 2.000 responden, dalam survei yang digelar pada Maret 2019, 49,2%  memilih pasangan nomor urut 01. Sedangkan 37,4% responden menjatuhkan pilihannya ke Prabowo-Sandi.

Angka ini berbeda dengan survei Litbang Kompas pada Oktober 2018 lalu. Ketika itu, Jokowi-Ma'ruf melesat jauh meninggalkan Prabowo-Sandi. Perolehan suaranya 52,6% berbanding 32,7%.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago berpendapat survei Litbang Kompas yang baru saja dirilis, memperlihatkan persaingan antarkedua pasangan kandidat peserta Pilpres semakin kompetitif dan dinamis.

"Selisihnya sudah 11%, jadi kalau saya lihat kondisi seperti ini, peluang masih sama-sama terbuka," kata Pangi saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (21/2/2019).

Meski di atas kertas Jokowi masih unggul, namun Pangi melihat tren keterpilihan di masyarakat malah mengarah ke Prabowo.

"Tapi kalau membaca rilis atau survei kan baca tren ke depan, nah artinya elektabilitas Pak Jokowi hari ini mulai tidak aman, sudah terancam," ucap Pangi.

Kondisi elektablitas Jokowi-Ma'ruf yang di bawah 50%, menurut dia, harusnya dianggap sinyal bahaya. Apalagi mantan Gubernur DKI Jakarta itu merupakan incumbent atau petahana.

Bagi Pangi, seharusnya elektabilitas calon petahana bisa meninggalkan pesaingnya. Contohnya, kata dia, pada Pilpres 2009 lalu. Ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa memperoleh elektabilitas di atas 70%.

"Ini bukan lampu merah lagi, sudah terancam. Jadi, tentu petahana harus berpikir keras untuk melakukan langkah-langkah serius. Jangan kan untuk menaikkan untuk mempertahankan saja susah kan," tutur Pangi.

Infografis Elektabilitas Jokowi Vs Prabowo Jelang Pilpres 2019. (Liputan6.com/Triyasni)

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Ace Hasan Syadzily mengaku masih tetap optimistis bakal memenangkan pasangan nomor urut 01 pada Pilpres 2019. Meski dalam survei Litbang Kompas, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf menurun.

Ace menganggap, selisih tersebut cukup sulit untuk dikejar. Apalagi, waktu kampanye yang tersisa kurang dari satu bulan.

"Kalau mereka mengejar, tentu kami jauh akan lebih cepat untuk menaikkan elektabilitas. Apalagi jumlah pemilih di Indonesia jumlah sangat banyak dengan jangkauan wilayah yang sangat luas," kata Ace saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (21/3/2019).

Hasil survei Litbang Kompas semakin melecut TKN dan para relawan untuk bekerja dalam memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf.

"Survei ini tetap sebagai alert bagi kami untuk terus memacu menggerakkan semua elemen tim pemenangan dari partai politik, para relawan, dan seluruh pendukung untuk bekerja menyosialisasikan dan meyakinkan bahwa pasangan kami tetap yang terbaik untuk bangsa Indonesia," ucap Ace.

Lain halnya dengan anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ahmad Riza Patria. Ia melihat survei Litbang Kompas sebagai antusiasme masyarakat yang ingin melakukan perubahan. 

"Sejak dicalonkan Agustus itu naik terus, karena antusias masyarakat terlihat, karena sekarang banyak kecewa dengan janji janji Pak Jokowi, ya milih Prabowo-Sandi," kata Riza saat dihubungi Liputan6.com.

Berebut Pemilih Muda

Keakraban Jokowi dan Prabowo Usai Debat Kedua Pilpres
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) bersalaman usai debat kedua Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Jumlah pemilih muda pada pemilu 2019 tak dipungkiri bakal menjadi lumbung suara yang diperebutkan dua pasangan kandidat.

Hasil survei Litbang Kompas juga menunjukan persaingan ketat kedua kandidat dalam memikat pemilih muda. Misalnya pada pemilih usia di bawah 22 tahun, Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi bersaing sengit. Mereka masing-masing memperoleh 42,2 persen suara dan 47,0 persen suara.

Untuk usia 22-30 tahun keterpilihan keduanya juga tak terpaut jauh. Jokowi-Ma'ruf memperoleh 49,1 persen sedangkan Prabowo-Sandi 41,0 persen. Sementara pada segmen milenial matang, yang rentang usianya 31-40 tahun, Jokowi-Ma'ruf mengantongi 46,6 persen dan Prabowo-Sandiaga 39,7 persen.

Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya menyebut bahwa pemilih muda memang menjadi ladang suara bagi kedua pasangan kandidat.

"Bukan hanya di Pilpres tapi di Pilkada pun polanya bagaimana mendapatkan basis suara dari pemilih pemula," kata Yunarto saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (21/3/2019).

Pada setiap kontestasi pemilu, pemilih muda memang cenderung ke pihak penantang. Menurut Yunarto, mereka cenderung menginginkan perubahan. 

"Karena yang namanya penantang melawan incumbent pasti berbicara mengenai perubahan dan menyerang. Sedangkan petahana itu cenderung bertahan. Sementara psikologis anak muda cenderung suka dengan namanya perubahan," ucap Yunarto.

"Jadi PR buat pasangan nomor 01 biasanya militansi penantang lebih kuat. Karena mereka cenderung ingin mengambil alih kekuasaan jadi lebih mudah dalam membangun militansi," tambah dia. 

Dia melihat, kedua pasangan calon memiliki peluang yang sama dalam memperoleh suara para pemilih muda. Misalnya, pada pemilih yang usianya di bawah 20 tahun, mereka tidak akan terpengaruh dengan isu penculikan yang kerap dialamatkan ke capres nomor urut 01, Prabowo Subianto.

"Anak-anak Generasi Z ini kan bukan orang yang hidup di zaman itu, sehingga secara otomatis hal negatif yang di-framing ke Prabowo menjadi hilang. Secara otomis Prabowo jadi kuat di level itu," terang Yunarto.

Hanya saja, Yunarto tak sepakat apabila pemilih muda cenderung lebih memilih kandidat yang usianya lebih muda. Alasannya, mereka para pemilih muda lebih cenderung melihat visi-misi yang ditawarkan para kandidat.

"Kalau saya bukan soal itu, enggak. Bukan faktor itu menurut saya. Sandiaga bukan Generasi Z, jangan salah. Sandiaga itu usianya 50, tahun ini. Bukan karena itu menurut saya," ucap Yunarto.

Soal pemilih muda, juru bicara TKN, Ace Hasan mengaku bahwa pihaknya telah menyiapkan strategi merebut suara pemilih muda. Salah satu program andalan Jokowi-Ma'ruf adalah kartu Pra Kerja. Menurut Ace, program itu otomatis menyasar para pemilih muda.

Pada sisa masa kampanye yang kurang dari 30 hari ini, Ace memastikan bahwa pihaknya dan seluruh pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin akan terus menggencarkan program andalan, termasuk kartu Pra Kerja untuk menggaet pemilih muda.

"Kami akan mengoptimalkan kartu Pra Kerja. karena ini untuk anak-anak muda. Ini kan upaya serius Pak Jokowi dalam menciptakan ketersediaan lapangan kerja dan upaya mendorong agar anak-anak muda terampil, memiliki skill, dan upskilling dengan berbagai program pelatihan keterampilan," kata Ace.

Di lain pihak Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Jansen Sitindaon mengatakan, pemilih muda cenderung ingin melakukan perubahan. Itu sebabnya, pasangan Prabowo-Sandi berupaya menawarkan program yang lebih baik dari calon petahana.

"Mereka ingin jaminan pekerjaan, ya lapangan kerja terbuka yang Nang Sandi andalkan. Dia jago ekonomi menciptakan lapangan pekerjaan dan itu nyambung keinginan milenial kemudian juga jaminan pekerjaan pendidikan," terang Ketua DPP Partai Demokrat itu.

Manfaatkan Sisa Masa Kampanye

20161031-Presiden Jokowi Temui Prabowo Subianto-Bogor
Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersantai sambil menaiki kuda di halaman kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor, Senin (31/10). Keduanya usai melakukan pertemuan tertutup selama hampir 2 jam. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kurang dari 30 hari lagi, Pemilu Serentak 2019 akan digelar. Tepatnya pada 17 April 2019 mendatang. Kedua kandidat peserta Pilpres terus berlomba-lomba memikat pemilih.

Namun, pertarungan sebenarnya bukan pada sisa masa kampanye yang bisa dibilang hanya selebrasi, melainkan di tempat pemungutan suara (TPS). 

Menurut Direktur Charta Politika, Yunarto Wijaya, di sana lah pertarungan akhir dan penentu bagi kedua kandidat pasangan calon terjadi. 

Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin Raja Juli Antoni mengatakan, pihaknya punya strategi khusus untuk menggaet pemilih pada sisa masa kampanye.

"Strategi khusus yang menyasar anak muda tentunya. Kami akan mengedepankan program peningkatan di bidang ekonomi kreatif, dengan buka lapangan kerja anak muda. Ada program spesifik yang ditawarkam anak muda, yaitu KIP Kuliah," kata Toni saat dihubungi Liputan6.com.

Toni yakin, program tersebut bisa meyakinkan pemilih untuk mencoblos pasangan nomor urut 01.

"Tentu kami akan bekerja lebih baik di sisa masa kampanye ini. Kami akan manfaatkan sebaik-baiknya, kami akan door to door, dan meluruskan serangan-serangan dari kubu lawan," ucap Toni.

Anggota TKN, Ahmad Iman Syukri meyakini akan ada lonjakan elektabilitas di kubunya, terutama pasca-debat ketiga yang mempertemukan Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno. "Debat kemarin sangat clear dan sangat jelas, ke depan ini akan ada lompatan elektabilitas," kata dia, Kamis 21 Maret 2019. 

Dari Kubu 02, anggota BPN Jansen Sitindaon mengaku pihaknya tetap bekerja kerjas memenangkan Pilpres. Sisa masa kampanye akan dimanfaatkan untuk terus terjun ke lapangan. 

"Kita tetap berkerja keras di lapangan. Setiap pak Prabowo dan Sandiaga ke lapangan lautan manusia selalu hadir beda sama 01," ucap Jansen.

Hasil Beragam 5 Survei Terbaru

Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Ungguli Prabowo-Sandi
Ceo & Founder Alvara Research Center, Hasanuddin Ali merilis hasil survei yang dilakukan pada tanggal 22 Februari-2 Maret 2019 Jelang Pilpres 2019 oleh Alvara Research Center di Jakarta, Jumat (15/3). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pemungutan suara Pilpres 2019 akan berlangsung pada 17 April 2019. Pada 26 hari menjelang Pilpres 2019, sejumlah lembaga merilis hasil survei terbarunya terkait elektabilitas atau tingkat keterpilihan antara pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Pada periode Februari-Maret 2019, tercatat ada empat lembaga yang mengeluarkan hasil survei terbaru Pilpres 2019. Berikut ini data-datanya yang dihimpun Liputan6.com, Kamis (21/3/2019):

1. LSI Denny JA

Elektabilitas pasangan calon presiden nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin masih unggul dari pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada Februari 2019. Selisih tingkat keterpilihan Jokowi dengan Prabowo berkisar 27,8 persen.

Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin mendapatkan elektabilitas sebesar 58,7 persen. Sedangkan Prabowo-Sandiaga 30,9 persen.

"Jokowi-Amin tetap unggul, dengan selisih tetap sekitar 20%," ujar peneliti LSI Ardian Sopa di kantornya, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (5/3).

Survei elektabilitas capres-cawapres ini menggunakan simulasi surat suara. Besaran responden 1.200 yang diwawancarai tatap muka dalam rentang waktu 18-25 Februari 2019. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error plus minus 2,9 persen.

2. Survei Konsepindo

Lembaga survei Konsep Indonesia Research and Consulting atau Konsepindo merilis hasil penelitiannya 17-24 Februari 2019, yang memuat salah satunya terkait hasil suara Pemilihan Presiden 2019. Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf meraup hasil 55 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga hanya 33,2 persen.

"Hasil ini didapat pada pertanyaan spontan jika pemilihan presiden dilakukan hari ini, dan hasilnya demikian, sisanya 11,8 persen mengaku belum memutuskan atau undecided voters," kata Direktur Konsepindo Veri Muhlis Arifuzzaman di Hotel Milenium, Jakarta Pusat, Rabu (13/3/2019).

Dia pun memprediksi, jika melihat hasil survei tersebut, maka Pilpres mendatang bisa saja dimenangkan paslon nomor urut 01. Dengan catatan tidak ada sesuatu yang tak terduga.

"Jadi, bila kami melihat selisih ini dan menimbang sisa waktu tinggal 35 hari lagi bisa diprediksi akan dimenangkan Jokowi-Ma'ruf. Jika tak ada kejadian luar biasa," ungkap Veri.

Selain itu, masih kata dia, pihaknya juga menjabarkan mengenai tingkat kepuasan, khususnya terhadap kinerja Jokowi. Apalagi sebanyak 69,6 persen dari responden mengaku puas dengan apa yang telah dilakukan pemerintah selama ini.

"Hanya 26 persen yang mengaku belum puas dari kinerja Jokowi," jelas Veri.

Survei ini dilakukan dengan mengambil 1.200 responden. Kemudian menggunakan teknik multistage random sampling. Untuk margin of error plus minus 2,9 persen.

3. Survei SMRC

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) kembali merilis survei terbaru elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2019. Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf Amin naik, sementara Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengalami penurunan.

Survei terakhir yang dilakukan SMRC pada 24 Februari-5 Maret 2019, Jokowi-Ma'ruf Amin 57,6 persen dan Prabowo-Sandiaga Uno 31,8 persen. Pada survei sebelumnya yang dilakukan SMRC pada 24-31 Januari, Jokowi-Ma'ruf Amin dipilih 54,9 persen, sementara Prabowo-Sandiaga mendapat 32,1 persen.

Ada kenaikan 2,7 persen untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, dan penurunan 0,3 persen untuk Prabowo-Sandiaga. Selisih elektabilitas keduanya pada survei terbaru SMRC ini sebesar 25,8 persen.

Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (multistage random sampling) 2.820 responden.

Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) pada survei Februari-Maret ini sebesar 2.479 atau 88%. Margin of error rata-rata dari survei dengan ukuran sampel tersebut sebesar ± 2% pada tingkat kepercayaan 95%.

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.

4. Survei Litbang Kompas

Berdasarkan survei terbaru Litbang Kompas, jarak elektabilitas Jokowi dan Prabowo saat ini lebih tipis dibandingkan survei Litbang Kompas Oktober 2018. Elektabilitas Jokowi dan Prabowo saat ini hanya selisih 11,8 persen. Jokowi-Ma'ruf Amin mendapat perolehan suara 49,2 persen, sedangkan Prabowo-Sandi 37,4 persen. Sebanyak 13,4 persen masih merahasiakan pilihannya.

Pada Oktober 2018 lalu, Litbang Kompas juga telah merilis elektabilitas dua pasangan capres. Saat itu, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebanyak 52,6 persen sedangkan Prabowo- Sandiaga Uno 32,7 persen. Sebanyak 14,7 persen masih merahasiakan pilihannya. Saat itu, selisih suara keduanya masih 19,9 persen.

Disebutkan pula, penyebab menurunnya elektabilitas Jokowi-Ma'ruf karena sejumlah hal. Seperti perubahan pandangan atas kinerja pemerintah, berubahnya arah dukungan kalangan menengah atas, membesarnya pemilih ragu pada kelompok bawah dan persoalan militansi pendukung yang berpengaruh pada penguasaan wilayah.

Dengan mengasumsikan kelompok yang belum memutuskan dukungan pilihan (undecided voters) akan terbagi proporsional menurut perolehan survei, potensi kemenangan Jokowi-Ma'ruf 56,8 persen dan Prabowo-Sandi 43,2 persen. Disebutkan pula, penurunan suara Jokowi-Ma'ruf masih akan terjadi sebulan ke depan.

Metode pengumpulan pendapat menggunakan wawancara tatap muka sejak tanggal 22 Februari-5 Maret 2019. Survei ini diikuti 2.000 responden yang dipilih secara acak dengan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Tingkat kepercayaannya 95 persen dengan margin of error penelitian plus/minus 2,2 persen.

  

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya