Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Ratna Sarumpaet meragukan kapasitas Prof Wahyu Wibowo, sebagai ahli bahasa. Wahyu Wibowo dihadirkan jaksa sebagai ahli untuk perkara penyebaran berita bohong atau hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet.
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2019).
"Saya malah ragu dia ahli bahasa apa bukan? Karena dia selalu berputar-putar dari konteks. Dia bahkan mengabaikan kamus besar. Kamus besar itu kan memang beda banget," ucap Ratna Sarumpaet.
Advertisement
Sebelumnya, Wahyu dalam kesaksiannya menjelaskan arti kata "Keonaran".
Wahyu menyebutkan, "Keonaran" tidak berarti ada keributan fisik. "Keonaran" pun tidak harus melibatkan banyak orang.
"Bisa saja membuat orang bertanya-tanya, membuat orang gaduh, atau heran," kata Wahyu dalam sidang Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2019).
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Pro Kontra di Medsos Termasuk Keonaran
Wahyu menyatakan, keonaran yang terjadi di media sosial bisa disebutkan kegaduhan. Menurut dia, media sosial itu mewakili lisan seseorang.
"Jika terjadi pro dan kontra di media sosial. Orang saling mengungkapkan opini yang tidak jelas dan bisa menimbulkan perpecahan. Itu juga termasuk onar," terang dia.
Ratna Sarumpaet didakwa telah menyebarkan berita bohong kepada banyak orang yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Jaksa menilai berita bohong telah menciptakan sikap pro dan kontra di kelompok masyarakat.
Buktinya, Selasa 3 Oktober 2014 di Jalan Gatot Subroto samping Polda Metro Jaya Jakarta Selatan ada unjuk rasa yang mengatasnamakan Lentera muda Nusantara. Pertama, menuntut dan mendesak kepolisian untuk menangkap pelaku penganiayaan terhadap saudara Ratna Sarumpaet. Kedua, kepolisian harus tegas tangkap dan adil.
Sementara itu, di tempat lain masyarakat kota Bandung juga memberikan reaksi berupa tuntutan kepada terdakwa untuk menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat kota Bandung sebagaimana antara lain terdapat pada media online di antaranya Tribunnews edisi Rabu 3 Oktober 2016 pukul 19.47 WIB dengan judul berita Ridwan Kamil ingin Ratna Sarumpaet minta maaf juga kepada masyarakat Bandung.
Kemudian, detiknews edisi Kamis 4 Oktober 2014 pukul 12.53 WIB dengan judul berita Pemkot desak Ratna Sarumpaet minta maaf ke Warga Bandung dan edisi Senin 8 Oktober 2016 dengan judul mahasiswa demonstrasi tuntut Ratna Sarumpaet minta maaf kepada warga Bandung.
Reaksi yang sama juga terjadi di media sosial. Beberapa di antaranya yang disebutkan di dakwaan antara lain, Rizal Ramli dalam akun twitternya memberikan kicauan (tweet) pada tanggal 1 Oktober 2018 pukul 22.05 WIB yang isinya
"Ratna Sarumpaet @RatnaSpaet dipukulli sehingga babak belur oleh sekelompok orang. Ratna cerdas, kritis, dan outspoken, tapi tindakan brutal & sadis tsb tidak dapat dibiarkan ! Tlg tindak @BareskrimPolri. Penghinaan terhadap demokrasi! kok beraninya sama ibu-ibu? @halodetik.com"
Begitupula cuitan twitter Mardani Ali Sera tertanggal 1 oktober 2018 pukul 21.25 WIB memberikan kicauan (tweet).
"Pemukulan Ratna Sarumpaet berencana demokrasi dan kemanusiaan ini penghinaaan terhadap Pancasila menginjak2 pemerintah yang demorkatis, Munir dan Novel Baswedan belum selesai sekarang @RatnaSpaet #TolakKekerasangayaPKITwetter.com/LawanPolitikJW.
Selanjutnya, pada tanggal 1 Oktober 2016 pukul 21.52 WIB Rachel Maryam pada Twitter memposting foto atau gambar wajah terdakwa yang dalam keadaan lebam dan bengkak dengan memberikan kicauan.
"Setelah konfirmasi kejadian penganiayaan benar terjadi hanya saja waktu penganiayaan bukan semalam melainkan tanggal 21 kemarin berita tidak benar keluar karena pemberitaan bunda @RatnaSpaet pribadi beliau ketakutan dan trauma. Mohon doa
Kemudian, Rocky Gerung tanggal 2 oktober 2018 membuat status di akun twitternya.
"Tak cukup memfitnah, tak puas memaki? Akhirnya kalian memakai tinju. sungguh dangkal dan tetap dungu"
Advertisement