Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Bidang Kesehatan membentuk tim pelatihan terpadu lintas sektor untuk mengatasi ancaman wabah penyakit baru, salah satunya cacar monyet (monkeypox). Investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB)/Wabah Terpadu ini akan dilakukan di wilayah Sumatera Barat, sebagai lokasi pilot project.
"Sebagai salah satu hotspot penyakit zoonosis dan Penyakit Infeksi Berulang (PIB) di Asia, Indonesia harus selalu waspada dalam menghadapi wabah penyakit yang bisa datang kapan saja dan tidak terduga, seperti kasus monkeypox (cacar monyet) yang sedang terjadi di Singapura dan berpotensi untuk masuk ke Indonesia," tutur Plt Deputi Peningkatan Kesehatan, Kemenko PMK Tb A Choesni di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019).
Choesni menerangkan, pemerintah Indonesia telah menetapkan lima penyakit prioritas berpotensi wabah, yakni Rabies, Flu Burung, Leptospirosis, Bruselosis, dan Antraks. Menurut dia, penyakit tersebut telah menelan korban jiwa serta kerugian ekonomi yang sangat besar nilainya setiap tahun.
Advertisement
Karenanya, sebuah tim pelatihan terpadu investigasi wabah ini akan memperkuat respons terhadap wabah penyakit di tingkat kabupaten/kota, khususnya Indonesia yang menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi.
"Pada akhirnya, pelatihan ini akan memperkuat kesiapsiagaan Indonesia terhadap wabah penyakit," harap Choesni.
Sementara itu, perwakilan Indonesia One Health University Network (INDOHUN) yakni Wiku Adisasmito, sebagai salah satu bagian dari anggota tim investigasi, mengatakan, institusinya siap mendukung selama perencanaan, pelaksanaan, serta menyediakan platform pelatihan jarak jauh yang dapat di akses melalui portal www.i-learn.id.
"Ini untuk menjawab kebutuhan penanganan KLB wabah penyakit secara lintas sektoral dan lintas kementerian di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia,"Â kata Wiku.
Kasus infeksi monkeypox atau yang biasa disebut sebagai cacar monyet telah menjangkit Singapura. Pasien pertama di negara itu adalah warga negara Nigeria, berusia 38 tahun, yang tiba di Negeri Singa pada 28 April lalu.
Ia dilaporkan positif terjangkit virus penyakit tersebut pada Rabu 8 Mei 2019, menurut Kementerian Kesehatan (MOH).
Dalam sebuah siaran pers MOH tertanggal Kamis 9 Mei 2019, pasien saat ini dalam kondisi stabil dan tengah dikarantina di National Centre for Infectious Diseases (NCID)Â Singapura.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Batam Waspada
Dua thermal scanner (pemindai suhu) tampak terpasang di Pelabuhan Internasional Batam Center, Senin 13 Mei 2019. Alat tersebut mampu memindai suhu tubuh secara massal.
Pemasangan alat ini dipasang untuk mengantisipasi masuknya virus cacar monyet (monkeypox) dari Singapura. Penyakit ini tengah ramai diperbincangkan usai temuan di negara jiran tersebut.
 Koordinator Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) wilayah kerja Batam Center, dr Tiara Sesialia mengatakan, dua alat tersebut dipasang pada pintu masuk kedatangan.
"Pengukur suhu tubuh ini akan melihat suhu normal atau tidak," ujar Tiara, Senin (13/5/2019), seperti dilansir Batamnews.co.id.
Ia menjelaskan suhu tubuh manusia normal memiliki ambang batas sampai 37,5 derajat celcius. Maka ketika seseorang memiliki suhu tubuh 38 derajat keatas, alarm akan berbunyi.Â
Suhu tubuh di atas 38 derajat celsius, sebagai salah satu gejala seseorang sedang dalam kondisi sakit. Salah satunya termasuk indikasi terjangkit virus cacar monyet.
Sehingga keganasan yang sampai menyebabkan kematian sangat kecil. Di Afrika sendiri, lanjut Tjetjep, kematian karena cacar monyet ini hanya 10 persen dan biasanya bisa sembuh dengan sendirinya.Â
Advertisement
Hidup Bersih dan Sehat
Sementara itu, penularan cacar monyet atau monkeypox tidak bakal terjadi apabila masyarakat, baik yang tinggal di Kepulauan Riau maupun luar Pulau Sumatera, menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
"Karena sebetulnya, penyakit ini ditularkan melalui gigitan monyet, kera, dan tikus, atau makan makanan yang sudah terkontaminasi," kata Kepala Dinas Kepulauan Riau Tjetjep Yudiana.
"Akan tetapi kalau melihat proses penularan penyakit melalui binatang tadi itu sangat kecil di negara kita, yang justru memungkinkan adalah melalui makanan yang terkontaminasi virus tersebut," katanya saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Selasa, 14 Mei 2019.
Menurut Tjetjep, cacar monyet tidak seganas SARS dan Ebola yang proses penularannya melalui pernapasan.
"Kalau ini (cacar monyet) melalui makanan, karena menularnya dari binatang ke manusia. Tetapi bisa terjadi dari manusia ke manusia. Inilah yang kita khawatirkan, yang kita jaga," Tjetjep menegaskan.Â