Banyak Petugas KPPS Wafat, MER-C Desak KPU Hentikan Sementara Penghitungan Suara

Menurut Jose Rizal, dengan penghentian proses penghitungan suara, maka tidak ada lagi beban para petugas dan akhirnya mencegah timbulnya korban baru.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 15 Mei 2019, 16:31 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 16:31 WIB
Pembina Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Joserizal Jurnalis saat memberikan keterangan terkit petugas KPPS yang wafat. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)
Pembina Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Joserizal Jurnalis saat memberikan keterangan terkit petugas KPPS yang wafat. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 554 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) gugur dalam Pemilu 2019. Mayoritas dari mereka meninggal saat menjalani tugas pemungutan suara.

Terkait hal itu, Pembina Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Joserizal Jurnalis menganggap, banyaknya petugas yang wafat mengindikasikan abainya Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap isu kemanusiaan.

Karena itu, demi kemanusiaan, Jose mengusulkan agar proses penghitungan suara yang hari ini masih diproses untuk dihentikan sementara.

"Kalau perlu diberhentikan dulu penghitungan suara. Diberhentikan dulu. Fokus penanganan pencegahan ini dan semua pembiayaan dikerahkan untuk hal tersebut," tutur Jose Rizal di Kantor MER-C, Jalan Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019).

Dengan penghentian proses penghitungan suara, dia menilai, KPU dapat lebih fokus melakukan investigasi atas masalah tersebut. Pasalnya yang tergambar saat ini hanyalah bentuk pembiaran, hingga terkesan tidak punya kepekaan terhadap rasa kemanusiaan.

"Bukti pembiaran, pertama korban meningkat  jumlahnya, kedua tidak ada asuransi, ketiga proses rekrutmen yang tidak proper keempat surat kesehatan dari puskesmas, kelima tidak jelas pembiayaannya, sebagian besar keluarga yang nanggung," jelas dia.

Atas dasar itu, MER-C pun juga membentuk tim mitigasi untuk menelusuri penyebab kematian ratusan petugas KPPS. Terlebih, audiensi yang telah dilakukan dengan KPU dan Bawaslu pun tidak membuahkan hasil baik.

"Tidak ada bencana, tidak ada penyakit, meninggal dalam periode cukup singkat, dalam jumlah banyak. Tapi kita tidak boleh ambil kesimpulan grasa-grusu. Teori boleh saja, hipotesis, tetap pembuktiannya cause of death," Joserizal menandaskan.

 

Belum Temu Kejanggalan

Menkes Nila Moeloek
Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek meminta seluruh dinas kesehatan yang ada di Indonesia untuk memeriksa kesehatan petugas KPPS yang bertugas pada Pemilu 2019 lalu. (Foto: Liputan6.com/Benedikta Desideria)

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila S Moeloek menilai tidak ada kejanggalan dalam kasus meninggalnya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Menurut dia, para petugas KPPS itu meninggal karena masalah kesehatan.

"Jadi kita bisa melihat di sini, kematian yang terjadi adalah kematian yang tentu kami melihat belum dapat ditemukan atau kita menemukan kecurigaan yang tidak wajar. Jadi wajar dapat dijelaskan karena adanya penyakit yang menyertai kematian ini," kata Nila dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR, Selasa, 14 Mei 2019.

Nila menjelaskan, pada dasarnya para petugas KPPS adalah warga yang memiliki umur di atas 50 hingga 70 tahun. Pada umur itu, lanjutnya, rentan terkena atau sudah memiliki riwayat penyakit. Sedangkan dari sisi penyakit yang diderita oleh KPPS, juga didominasi oleh kardiovaskular, stroke dan hipertensi. Dalam kasus ini kematian terbanyak berasal dari penyakit jantung, asma dan kecelakaan.

"Jadi penyakit jantung ini atau kardiovaskular penyebab terbanyak. Kemudian kedua adalah pernapasan itu ada termasuk asma dan resbenatory itu sekitar 20 persen, kecelakaan di sini 9 persen cukup tinggi," ungkap dia. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya