Liputan6.com, Jakarta - "Ini bukan massa kami, ini bukan massa kami, Ya Allah, ini bukan massa kami, mereka bukan massa kami... lihat mereka..." Suara lirih terdengar dari sebuah rekaman kerusuhan 22 Mei yang beredar.
Kerusuhan 21-22 Mei menyisakan pil pahit. Sejumlah fasilitas umum dirusak perusuh. Ratusan orang dirawat di rumah sakit akibat bentrokan tersebut. Tujuh orang tewas dalam peristiwa berdarah bulan puasa tahun ini.
Dalam video yang tersebar, massa entah dari mana datangnya dengan beringas melempari sebuah bangunan di jalan Wahid Hasyim. Ketepel, tombak, dan juga petasan menjadi senjata kelompok perusuh.
Advertisement
"Ini di jalan Wahid Hasyim, banyak massa yang mendadak datang membawa alat, seperti ketepel, tongkat. Dan mereka tidak memakai atribut-atribut layaknya pejuang penuntu keadilan," ujar suara di balik telepon pintar yang merekam aksi brutal tersebut.
Para demonstran yang berusaha menyetop aksi perusuh tersebut tidak digubris. Bahkan mereka memaki demonstran yang berusaha para perusuh berhenti berbuat perusakan.
"Mereka bukan massa kita. Ketika ada yang menahan mereka malah marah, ketika ada yang menahan mereka malah beringas," ujar suara tersebut lirih.
Para perusuh diduga sudah mempersiapkan diri mereka dengan petasan, ketepel, serta senjata tumpul dan tajam untuk berbuat onar di tengah aksi 22 Mei.
Gambaran tersebut mengkonfirmasi penjelasan pihak kepolisian dimana aksi 21-22 Mei terbagi dalam dua segmen, yaitu massa damai dan gerombolan perusuh.
Massa yang memulai aksi pada Selasa 21 Mei 2019 mulai siang dan diakhiri Salat Teraweh bersama, cukup kooperatif dalam menyuarakan aspirasinya.
"Bahkan tanpa sekat. Buka bersama, teraweh bersama dengan TNI-Polri, ini menyejukan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen, Irjen M Iqbal, Kamis 23 Mei.
Namun ketegangan mulai muncul pada pukul 22.30 WIB di mana massa yang entah mengatasnamakan apa merangsek barisan demonstran yang tengah beristirahat menunggu bubar. Mereka membabi buta melemparkan batu, ketapel, dan membakar apa yang mereka lintasi.
Aksi tersebut berlangsung hingga pagi. Aparat TNI-Polri berhasil meredam amuk gerombolan perusuh tersebut. Namun, kerusuhan meluas ke Tanah Abang dan Slipi. Massa membakar Asrama Polisi di Petamburan. Kendaraan-kendaraan yang terparkir pun ikut menjadi sasaran amuk massa.
"Massa diduga dimobilisasi, di-seting, by design. Dan sekarang kami dalami. Polri sangat profesional siapa sebenarnya yang menggerakan mereka," kata Iqbal.
Sementara kerusuhan pecah di Tanah Abang dan Slipi, kawasan Thamrin tepatnya depan kantor Bawaslu massa aksi mulai berkerumun. Polisi menaksir jumlah massa adalah enamribu orang. Jumlah tersebut sudah termasuk ratusan provokator yang menyusup di tengah demonstran.
"Kami perkirakan dari enamribu ada 300an yang tergolong provokator," kata Iqbal.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Provokator Merangsek
Saat kerusuhan pecah di depan Bawaslu, massa damai yang disebut Iqbal, perlahan mundur. Namun 300an provokator terus merangsek ke arah barikade polisi yang berjaga.
"300 perusuh ini terus menyerang membabi buta kepada petugas, tidak sedikit fasilitas umum dirusak," beber Iqbal.
23 Mei dini hari, suasana berangsur kondusif. Letusan gas air mata tidak terdengar lagi di lokasi kerusuhan. Meski demikian, sisa-sisa amukan perusuh terlihat jelas di sekitar Bawaslu, Sarinah, dan Jl Wahid Hasyim.
300-an lebih provokator ditangkap dari berbagai tempat berbeda; patung kuda, Jl Wahid Hasyim, sekitar Bawaslu, Menteng, Gambir, dan sekitar Slipi. Penyelidikan sementara, terungkap mereka merupakan massa bayaran. Bukti-bukti yang ditemukan cukup kuat, yaitu amplop berisi uang dan lengkap dengan nama-nama penerima. Serta uang sebesar Rp 6 juta untuk operasional aksi.
Polisi juga menemukan rekaman pertemuan para perusuh dengan pihak yang diduga mendanai kerusuhan.
Tujuh orang tewas dalam peristiwa tersebut. Satu diantaranya terkena peluru tajam. Iqbal mengatakan, atas perintah Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Polri sudah membentuk tim meninggalnya korban dari massa yang melakukan aksi 21 dan 22 Mei 2019.
"Untuk itu Bapak Kapolri sudah membentuk tim. Membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Irwasum Polri," kata Iqbal di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Tujuan pembentukan tim, untuk mencari penyebab dari kematian saat aksi 21 dan 22 Mei 2019, apalagi ada pihak yang menyebut karena luka tembak. "Untuk mengetahui apa penyebabnya dan semua aspek," jelas Iqbal.
Dia menegaskan, mereka yang meninggal adalah massa perusuh saat aksi 21 dan 22 Mei 2019. Bukan dari massa yang melakukan aksi damai, ataupun masyarakat biasa.
"Itu yang harus diketahui oleh publik, bahwa yang meninggal dunia adalah massa perusuh. Bukan massa yang sedang berjualan, massa yang beribadah, tidak. Sudah membentuk tim investigasi terhadap diduga meninggalnya 7 orang massa perusuh," Iqbal memungkasi.
Advertisement