Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto angkat bicara perihal banyaknya purnawirawan Jenderal TNI yang ditetapkan tersangka makar oleh Polri. Hadi mengatakan, purnawirawan sudah memiliki wadah tersendiri dan berada di luar institusi TNI.
"Untuk purnawirawan sudah ada wadah sendiri, karena purnawirawan secara hukum sudah masuk di ranah sipil. Namun untuk kesatuan sendiri para purnawirawan itu masih dalam pembinaan dari seluruh kepala staf angkatan," kata Hadi di Lapangan Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019).
Baca Juga
Seperti diketahui, Polri telah tetapkan tersangka kepada Mayjen (Purn) Soenarko, Mayjen (Purn) Kivlan Zen, dan beberapa pecatan TNI dalam kasus makar berupa percobaan pembunuhan terhadap beberapa tokoh nasional.
Advertisement
Kendati demikian, Hadi menegaskan pihaknya tetap menjalin komunikasi dengan beberapa purnawirawan untuk soliditas.
"Kami terus melaksanakan komunikasi dengan beliau untuk menjaga persatuan kesatuan. Terkait dengan proses hukum dan sebagainya TNI tidak ikut karena sudah masuk di ranah sipil," kata Hadi.
Lebih lanjut Hadi menegaskan, kalau hal ini tak akan menggangu sinergitas TNI dan Polri yang sudah terjalin harmonis.
"Seperti yang diketahui soliditas TNI-Polri sampai sekarang terus (baik). Mulai dari Babinsa dan Babin Kamtibmas ini adalah salah satu bentuknya," pungkas Hadi.
Sementara itu di tempat yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pihaknya sangat paham bahwa membangun soliditas dengan TNI adalah suatu hal yang mutlak dalam rangka menjaga tegaknya NKRI.
"Tapi ya hukum harus berkata demikian, ada azas persamaan dimuka hukum, semua orang sama dimuka hukum. Kita juga pernah menangani purnawirawan Polri dalam beberapa kasus, saat ini juga kita harus lakukan untuk menunjukan kesamaan dimuka hukum," tegas Tito.
Perbedaan Kasus Soenarko dan Kivlan Zen
Lebih lanjut mantan Kapolda Metro Jaya ini menambahkan, Kivlan Zen dan Soenarko berada dalam kasus yang berbeda. Di mana kasus Soenarko dapat diselesaikan dengan musyawarah.
"Agak berbeda dengan kasus bapak Soenarko, ini senjatanya jelas kemudian dimiliki oleh beliau waktu beliau di Aceh, lalu dibawa ke Jakarta kemudian belum ada rencana senjata itu akan digunakan misalnya untuk melakukan pidana tertentu. Seperti dalam kasus bapak Kivlan Zen, jadi grade nya beda, sehingga saya kira masih bisa terbuka ruang komunikasi untuk masalah bapak Soenarko ini," pungkas Tito.
Advertisement