Menangkal Kebangkitan Jamaah Islamiyah dengan UU Terorisme

Jamaah Islamiyah (JI) ternyata masih aktif setelah dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dibubarkan di Indonesia sejak 2007.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 02 Jul 2019, 00:01 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2019, 00:01 WIB
Aksi Serangan Teroris
Ilustrasi Foto Teroris (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Lama tak terdengar, kelompok Jamaah Islamiyah (JI) kembali menjadi sorotan setelah Densus 88 Antiteror Polri menangkap lima orang atas dugaan kasus terorisme. Penangkapan ini menunjukkan bahwa JI masih ada hingga saat ini.

Meski pemerintah Indonesia telah menyatakan Jamaah Islamiyah sebagai organisasi terlarang dan dibubarkan sejak 2007 silam melalui keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kelompok yang pernah terlibat dalam sejumlah aksi teror pada 2002 itu bahkan memiliki pemimpin baru dan terus merekrut anggota. Dia adalah Para Wijayanto alias PW alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arif alias Ahmad Fauzi Utomo.

Kini Para Wijayanto telah ditangkap bersama empat orang lainnya. Dia ditangkap setelah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron sejak 2003.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, penangkapan tersebut sebagai upaya pencegahan sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Ini beruntung karena Indonesia memiliki UU No 5 Tahun 2018, artinya dengan indikasi-indikasi kelompok terorisme menyusun kekuatan, kemudian memiliki basic ekonomi, dan merencananakan membangun khilafah, jadi bisa menggunakan tindakan preventif strike," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2019).

Polri mengklaim, pihaknya telah mengendus berbagai ancaman dari bangkitnya JI. Meski sejak dibubarkan hingga saat ini belum ada keterlibatan langsung JI pada aksi teror di Indonesia.

"Tindakan ini sebagai upaya mitigasi dan pencegahan, dan ini tidak besar. Tentu rekan-rekan bisa membayangkan apabila organisasi itu tumbuh besar dan memiliki masa dan kekuatan ekonomi, maka tinggal tunggu waktu saja, kemungkinan cita-cita mereka untuk membentuk khilafah Indonesia terwujud," lanjutnya.

Berbagai indikasi yang dikantongi antara lain adanya upaya rekrutmen anggota. Mereka kemudian menjalani latihan militer dengan dikirim langsung ke daerah konflik seperti Suriah.

Keahlian hasil rekrutmen dan pelatihan itu tidak bisa dianggap remeh. Mereka memiliki kemampuan intelijen, ketangkasan militer, perakitan bom, pengoperasian roket, hingga menjadi penembak jitu atau sniper.

"Saat ini jaringan JI ini memang terlihat belum melakukan rencana aksi terorismenya di Indonesia. Tapi yang bersangkutan (PW) bersama kelompoknya saat ini sedang membangun kekuatan, tujuannya untuk membangun khilafah," ujar Dedi.

Lebih lanjut, upaya membangun kekuatan kelompok Jamaah Islamiyah terlihat dari upaya penggalangan dana lewat beragam cara. Salah satunya dengan mengelola perkebunan kelapa sawit.

"Perkebunan sawit itu menghasilkan uang untuk membiayai aksi, juga untuk membiayai organisasi, dan juga untuk membiayai gaji daripada pejabat atau orang di dalam struktur jaringan JI," terangnya.

Setelah semua semakin kuat, baik dari sisi jumlah anggota, bekal kemampuan militer, hingga ekonomi, maka bisa dipastikan Jamaah Islamiyah akan segera mendeklarasikan penegakan khilafah di Indonesia.

"Secepat mungkin pihak kepolisian memberlakukan preventif strike," kata Dedi menandaskan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

6 Kali Kirim Kombatan ke Suriah

Ilustrasi Teroris (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Teroris (Liputan6.com/M.Iqbal)

Polri menyebut jaringan terorisme Jamaah Islamiyah (JI) masih terus aktif merekrut anggota dan memberikan pembekalan militer, meski sudah dibubarkan pada 2007 silam. Mereka bahkan aktif mengirimkan anggotanya ke Suriah pada lima tahun terakhir yakni 2013 hingga 2018.

Aktivitas itu dilakukan saat JI dipimpinan oleh amir baru yakni Para Wijayanto alias PW alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arif alias Ahmad Fauzi Utomo.

"Sepanjang 2013 dan 2018 sudah mengirim orang-orang yang berhasil direkrut untuk mengikuti program latihan maupun langsung praktik di Suriah. Sudah enam gelombang yang diberangkatkan," tutur Dedi di Mabes Polri.

Jubir Mabes Polri itu menyebut, Densus 88 Antiteror telah menangkap sebagian besar anggota JI yang ke Suriah dan memulangkannya ke Indonesia pada Mei 2019. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Yang direkrut oleh PW memiliki kemampuan intelijen, kemudian memiliki kemampuan di bidang militer dan pembuatan bom, dia juga mampu mengoperasionalkan roket, dan memiliki kemampuan sniper," jelas dia.

Dalam kaca mata internasional, Jamaah Islamiyah dianggap sebagai kelompok terorisme di bawah bendera Al Qaeda. Berbeda dengan kelompok teroris Jamaah Anshorut Daulah (JAD) di Indonesia yang berafiliasi kepada ISIS.

"Kemudian terus menjalin komunikasi dengan terorisme regional yang ada di Filipina dan juga berkomunikasi dengan pecahan-pecahan kelompok Al Qaeda di Pakistan, Afganishtan, dan beberapa negara," kata Brigjen Dedi Prasetyo.

 

Sepak Terjang Amir Baru JI

Polri Tangkap 5 Terduga Teroris Jaringan JI
Densus 88 Antiteror Polri menangkap 5 terduga teroris jaringan Jemaah Islamiyah (JI). (Nanda Perdana Putra)

Eksistensi Jamaah Islamiyah (JI) nyaris tak terlihat sejak dinyatakan sebagai kelompok terlarang dan dibubarkan pada 2007 silam. Namun nyatanya, kelompok tersebut masih aktif di bawah pimpinan yang baru.

Adalah Para Wijayanto alias PW alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arif alias Ahmad Fauzi Utomo yang kini didapuk memimpin kelompok tersebut.

Para Wijayanto merupakan orang lama di JI. Saat terlibat dalam sejumlah aksi teror di Indonesia pada 2002 silam, Para Wijayanto memiliki jabatan di bidang intelijen pada kelompok tersebut.

"Untuk tersangka sendiri keterlibatannya, rekam jejaknya, cukup panjang. Yang bersangkutan alumni pelatihan militer di Moro angkatan 2000. Yang bersangkutan aktif dalam struktur organisasi JI," kata Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri.

Dedi menyebut, PW merupakan sarjana S1 teknik sipil dari sebuah universitas ternama di Jawa. Dari sisi intelektual, bisa dikatakan dia memiliki kompetensi mumpuni. Termasuk juga ahli dalam merakit bom, kemampuan intelejen, hingga militer.

"Yang bersangkutan aktif dalam berbagai macam kegiatan terorisme di Indonesia. Mulai kasus bom Bali, tahun 2000 ada bom malam Natal, kemudian bom Kedutaan Besar Australia, dan yang bersangkutan aktif kerusuhan di Poso 2005 sampai 2007," kata jubir Polri itu.

Berbekal sepak terjang dan pengalamannya itu membuat Para Wijayanto dibaiat menjadi pemimpin atau amir baru Jemaah Islamiyah. Terlebih, kemampuan intelijennya digunakan sebagai pemberi masukan kegiatan kelompoknya di Poso sekaligus mempetakan suplai senjata ke Mujahidin Indonesia Timur.

"Yang bersangkutan mengetahui menyita sekitar 1 ton bahan peledak dan bom di Sukoharjo. Yang bersangkutan juga saat kerusuhan di Poso sebagai pendukung operasional maupun logistik selama 2005-2007," kata Dedi.

Selain Para Wijayanto, Densus 88 Antiteror Polri juga menangkap empat orang lainnya di lokasi berbeda. Mereka adalah MY (istri Para Wijayanto), BS, A, dan BT.

PW dan MY diringkus Densus 88 Antiteror di sebuah hotel di kawasan Jatisampurna, Bekasi, Jawa Barat. BS juga ditangkap di lokasi dan waktu yang sama.

"Peran BS sebagai penghubung antara amir (Para Wijayanto) dengan orang yang berhasil direkrut," ucap Dedi.

Sementara terduga teroris berinisial A dibekuk pada Minggu 30 Juni 2019 di Perumahan Griya Satria, Bekasi, Jawa Barat. Dia merupakan hasil rekrutan PW yang turut bertugas menggerakkan kelompok JI di Indonesia.

Terakhir adalah BT alias Haidar alias Gani yang ditangkap pada Minggu 30 Juni di Jalan Pohijo, Sampung, Ponorogo, Jawa Timur. Dia merupakan penasehat dan asisten Para Wijayanto.

"Orang kepercayaan PW untuk mengendalikan jaringan JI di Jawa Timur," kata Dedi menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya