Redupnya Bintang di Pundak Irjen Djoko Susilo; Harta, Tahta, Wanita

Ketua DPP Partai Hanura Yuddi Chrisnandi meminta presiden harus turun tangan agar kisruh penanganan kasus itu tidak berlarut-larut.

oleh Andrie Harianto diperbarui 31 Jul 2019, 07:39 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2019, 07:39 WIB
Djoko Susilo Jadi Saksi di Sidang Lanjutan Didik Purnomo
Mantan Kakorlantas Mabes Polri Irjen. Djoko Susilo saat menjadi saksi sidang korupsi alat Simulator SIM dengan terdakwa mantan Wakakorlantas Brigjen. Didik Purnomo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/2/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Suasana Jakarta, Selasa 31 Agustus 2012, riuh. Beberapa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan 'disandera' oleh beberapa petugas kepolisian di Markas Korps Lalu Lintas atau Korlantas Polri, Jl MT Haryono, Cawang, Jakarta Selatan. Tim Antirasuh mencari bukti penyidikan dugaan korupsi Simulator SIM yang membelit jenderal bintang dua dan pimpinan Korlantas saat itu, Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Penggeledahan dilakukan KPK sejak Senin 30 Agustus 2012 sekitar pukul 22.00 WIB. Saat akan keluar gerbang mobil yang membawa delapan penyidik KPK dan dokumen barang bukti hasil penyidikan tidak diizinkan keluar oleh petugas yang berjaga.

Petugas jaga juga tidak memberikan alasan jelas terkait pelarangan itu. Alhasil, kedelapan penyidik pun terpaksa pindah ke mobil lain yang berada di luar Kompleks Korlantas.

Dua kendaraan itu pun kembali ke tempat parkir. Satu jam kemudian, petugas baru memperbolehkan 10 mobil KPK yang membawa dokumen hasil penggeledahan meninggalkan gedung Korlantas.

Penggeledahan dipimpin langsung penyidik KPK yang berasal dari korps kepolisian, Novel Baswedan. Saat itu, Novel berpangkat Komisaris Polisi. Akibat 'aksinya' itu, Novel yang saat itu berpangkat Komisaris Polisi harus berurusan dengan instansi asalnya, Polri.

Bahkan, sejumlah penyidik Polda Bengkulu berusaha menangkap Novel di KPK. Novel dituduh melakukan pelanggaran yakni melakukan penganiayaan terhadap tersangka saat bertugas di Polda Bengkulu.

Kasus Novel itu pun harus ditengahi Presiden SBY. Presiden menilai kasus yang diduga melibatkan Novel haruslah diusut tuntas. Namun, pengusutan harus berangkat dari niat baik. Bukan karena Novel pernah menggeledah Korlantas Mabes Polri.

Kasus simulator SIM ini juga berbuntut dengan penarikan sejumlah penyidik Polri yang ditugaskan di KPK. Tidak sampai di situ, hubungan kedua instansi penegakan hukum ini pun memanas. Terlebih, keduanya saling berebut menangani kasus yang sempat menyedot perhatian masyarakat tersebut. Selain Irjen Djoko, KPK menyeret Wakil Korlantas Brigjen Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukoco S Bambang selaku swasta dalam kasus tersebut.

"Perlu dijelaskan bahwa KPK sejak 27 Juli 2012 meningkatkan penyelidikan ke penyidikan dengan tersangka DS (Djoko Susilo) pernah menjabat sebagai Dirlantas (Korlantas)," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Selasa (31/7/2012).

Hadir pula dalam jumpa pers tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar.

Di tengah polemik itu, pihak Mabes Polri mengaku tetap memeriksa para tersangka yang kini mendekam di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. 

Ketua DPP Partai Hanura Yuddi Chrisnandi meminta presiden harus turun tangan agar kisruh penanganan kasus itu tidak berlarut-larut.

"Sebagaimana kebanyakan masyarakat, kami ingin Presiden tidak berpangku tangan. Gampang saja. Tinggal perintahkan Kapolri untuk meninggalkan kasus ini dan selesai," kata Yuddi.

Pengamat hukum tatanegara Yusril Ihza Mahendra juga meminta ketegasan Presiden SBY menyelesaikan kisruh KPK-Polri ini.

"Kedua instiitusi ini sebaiknya duduk bersama untuk mencari jalan keluar. Presiden juga menengahi," ujar dia.

Irjen Djoko dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Perbuatan Djoko diduga menimbulkan kerugian negara hingga puluhan miliar. "Detail materi tentu tidak bisa dijelaskan," tambah Johan.

Lima bulan berjalan, Januari 2013, KPK menjerat kejahatan cuci uang dengan pidana pokok korupsi kepada Irjen Djoko. Dari situlah harta benda serta kehidupan pribadi Irjen Djoko terkuak, termasuk koleksi keris dan istri mudanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Wanita Lain-Lain

Djoko Susilo Jadi Saksi di Sidang Lanjutan Didik Purnomo
Suasana usai persidangan kasus korupsi alat Simulator SIM dengan terdakwa mantan Wakakorlantas Brigjen. Didik Purnomo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/2/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dalam persidangan, terungkap Irjen Djoko membeli sejumlah aset yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Namun, aset-aset itu tak diatasnamakan dirinya. Melainkan sejumlah orang yang tak lain adalah istri kedua, istri ketiga, dan termasuk mertuanya.

Djoko diketahui telah menikah sebanyak 3 kali. Pertama, dia menikah dengan Suratmi. Dia istri sah Djoko Susilo yang dinikahi pada 26 Juni 1985. Dari pernikahannya ini, Djoko Susilo memiliki 3 orang anak yakni Poppy Femialya, Arie Andhika Silamukti, dan Meixhin Sheby Adyaning Wara Susilo.

Kemudian pada 27 Mei 2001, Djoko menikahi Mahdiana. Pernikahan digelar di Kantor Urusan Agama Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Untuk menyembunyikan atau menyamarkan identitas, Irjen Djoko menggunakan identitas Drs Joko Susilo Bin Sarimun dengan status jejaka belum menikah. Dari pernikahan dengan Mahdiana, dikaruniai 2 anak. Bahkan oleh istri keduanya, Djoko diperkenalkan dengan nama mas Dhika kepada kerabat dan keluarganya.

Pada 1 Desember 2008, Irjen Djoko kembali menikah. Kali ini dia menikahi Putri Solo 2008, Dipta Anindita. Seperti halnya pernikahan kedua, Djoko Susilo kembali menggunakan nama lain yakni Joko Susilo Bin Sarimun Karto Wiyono. Dari pernikahan ini, Djoko Susilo dikaruniai 1 anak laki-laki.

Djoko Susilo pun kemudian diketahui menggunakan nama-nama istri termasuk mertuanya untuk menyembunyikan harta-harta miliknya. Sejumlah harta itu pun terancam disita.

Keris Pusaka Mas Dhika

Dalam sidang perkara terungkap pula hobi unik Irjen Djoko alias Mas Dhika. Ternyata dia tak hanya gemar mengumpulkan harta, tapi juga mengumpulkan barang antik dan keramat.

"Mulainya sejak pangkat saya Kapten, dan waktu itu saya masih dinas di Solo," ujar Djoko Susilo gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Keris-keris yang dimilikinya pun dikatakannya merupakan peninggalan kerajaan yang pernah mahsyur di Indonesia seperti Kutai Kertanegara, Mahapahit, Sriwijaya dan Tulangbawang. "Keris macam-macam. Setiap raja itu punya kelebihan-kelebihannya. Tapi saya enggak hafal," cerita Djoko.

Djoko juga menjelaskan, setiap keris yang kini dimilikinya dalam jumlah ratusan tersebut kesaktiannya datang jika dipercaya. Karena itu, yang tidak percaya, keris pusaka itu takkan menjadi jodohnya.

"Pantangan juga ada saat merawat keris tersebut. Begitu juga, tidak sembarang orang bisa dititipkan untuk merawat (keris pusaka)," imbuhnya.

Salah seorang saksi, Indrajaya Februardi mengungkapkan jumlah keris yang dimiliki Djoko mencapai sekitar 200 buah. "Itu (keris) ada yang dibayar rumah di Pesona Khayangan, Depok, Jawa Barat. Harganya sekitar Rp 1,6 miliar pak," lanjut Indra.

Namun, dari kesaksian Indra yang juga mantan anggota Kodam Brawijaya ada yang membuat hampir seluruh pengunjung persidangan tertawa. Termasuk Djoko Susilo yang saat itu duduk di kursi terdakwa.

Indra menceritakan saat penyidik KPK berencana menyita keris pusaka yang disimpan di rumahnya. Penyidik yang mendatangi rumahnya urung menyita keris tersebut lantaran Indra tak mau bertanggung jawab jika terjadi sesuatu apabila benda 'keramat' itu diambil sembarangan.

"Saya bilang ke penyidik silakan saja kalau mau menyita. Tapi saya enggak ikut-ikutan. Tapi akhirnya nggak jadi diambil," tutur Indra.

Apalagi saat Indra menceritakan, Djoko Susilo tertangkap KPK lantaran terkena sial karena dirinya lupa memandikan benda pusakanya pada malam 1 Suro.

"Saya lupa memandikan. Dan Pak Djoko keburu kena masalah," lanjut Indra yang membuat seisi ruang sidang termasuk Djoko Susilo terpingkal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya