Kejaksaan Negeri Jakbar Eksekusi Terpidana Korupsi Lahan PJKA

Penahanan terpidana kasus korupsi lahan tersebut dilaksanakan pukul 14.00 WIB, Rabu 24 Juli 2019.

oleh Yopi Makdori diperbarui 25 Jul 2019, 05:59 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2019, 05:59 WIB
Ilustrasi penjara (AFP)
Ilustrasi penjara (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Negeri Jakarta Barat mengeksekusi terpidana Novi Setia terkait kasus korupsi lahan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Penahanan tersebut dilaksanakan pukul 14.00 WIB, Rabu 24 Juli 2019. 

Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Nirwan Nawawi mengatakan, eksekusi terpidana Novi tersebut dilakukan oleh tim eksekutor Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

Ekseskusi terpidana kasus korupsi tersebut berlandaskan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 51/PID.SUS/TPK/2015/PN.JKT.PST tanggal 15 Mei 2018.

"Oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan pidana denda sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)," kata Nirwan melalui keterangan tertulisnya, Rabu.

Penangkapan itu, lanjut dia, merupakan wujud pelaksanaan program TABUR 31.1 JAM Intel. Program tersebut menargetkan masing-masing Kejaksaan Tinggi minimal dapat menangkap 1 buronan pada setiap bulannya.

Sebelumnya, perkara tindak pidana korupsi lahan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) ini dilakukan Novi Setia bersama dengan terpidana Anis Alwainy. Anis Alwainy telah dieksekusi terlebih dahulu pada Februari 2019 lalu.

 

Kerugian Negara

Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Menurut keterangan Nirwana, atas tindakan pelaku, negara rugi Rp 39,7 miliar.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 51/PID.SUS/TPK/2015/PN.JKT.PST tanggal 15 Mei 2018, menurut Nirwan yang bersangkutan tidak mengindahkan tugas sebagaimana SK Kepala BPN dan ketentuan Pasal 4 Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.12 Tahun 1992. Padahal Novi meruapakan anggota Panitia A, yakni sebagai Tim Pemeriksa Tanah.

"(Novi) mempunyai tugas yang diatur berdasarkan SK kepala pertanahan kota Jakarta Barat nomor: 283/O.3/IV/UM/17.11.5/2001 tanggal 21 Pebruari 2001," jelas Nirwan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya