Liputan6.com, Jakarta - Ahli hukum pidana, Effendy Saragih mematahkan dalil permohonan yang diajukan Kivlan Zen. Salah satunya soal penetapan tersangka yang dilakukan polisi kepada Kivlan sebelum diperiksa menjadi saksi.
Ahli yang dihadirkan Polda Metro Jaya dalam sidang gugatan prapradilan atas kasus dugaan kepemilikian senjata api ilegal itu, merupakan ahli dari Universitas Trisakti.
Dalam kesaksiannya di sidang praperadilan Kivlan Zen, Effendy menyebut seseorang bisa saja ditetapkan sebagai tersangka. Meski, orang itu belum pernah diperiksa menjadi saksi.
Advertisement
Dengan catatan, kata dia, polisi sudah memeriksa saksi-saksi yang berkaitan dengan kasus hukum terlapor. Artinya, proses hukum sudah berjalan dan bukti-bukti sudah terpenuhi.
"Kalau sudah diperiksa saksi-saksi lain selain yang dilaporkan itu sudah masuk proses (hukum). Mungkin juga ada bukti lain selain keterangan saksi tadi misalnya barang bukti apakah terlapor bisa ditetapkan tersangka? Boleh. Walau belum pernah diperiksa," kata Effendy, saat bersaksi di PN Jaksel, Kamis (24/7/2019).
Menurut dia, pendapatnya juga diperkuat oleh KUHAP. Tidak ada aturan di KUHAP bahwa penyidik harus memeriksa terlapor dulu sebagai saksi sebelum menetapkannya jadi tersangka.
"Tidak ada kewajiban di KUHAP," kata dia di sidang praperadilan yang diajukan Kivlan Zen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Soal SPDP
Dalam permohonannya juga, pengacara Kivlan Zen menyoroti Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikeluarkan Polda Metro Jaya. Awalnya, pada 21 Mei 2019, nama kliennya tidak ada.
SPDP atas nama Kivlan Zen baru terbit bersama tersangka lainnya Habil Marati, pada 31 Mei 2019. Kuasa hukum Kivlan zein mengaku tidak menerima SPDP tersebut.
Menurut Effendy, penyidikan tanpa menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidaklah sempurna. Sementara, ia menilai tak masalah jika di dalam SPDP tidak tertera nama tersangka.
"Penyidikan itu kan terus berkembang. Jika di awal tidak ada nama tersangka A. Terus pas pemeriksaan tersangka B ternyata si A juga ikut tersangka. Itu tak masalah. Bahkan kalau lagi penyidikan besok SP3 boleh saja," ujar Effendy.
Pernyataan ahli pidana lainnya memperkuat pendapat Effendy Saragih. Ahli tersebut ialah Andre Joshua dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Ia mengutip Putusan MK Nomor 130 tahun 2015. Dijelaskannya, tidak ada yang mengatut bahwa di dalam SPDP harus terdapat nama tersangkanya.
"Soal SPDP itu tidak ada untuk tersangka. Putusan MK 130/2015 SPDP hanya untuk JPU, terlapor, dan pelapor, tidak ada disitu menuliskan tersangka. Apakah statusnya terlapor itu dinaikan (tersangka), kalau misalnya pengembangan itu bisa saja. Baca sistematisnya. Kita lihat konteksnya tetap dengan KUHAP itu sendiri," kata Andre.
Advertisement