Liputan6.com, Jakarta - Gempa bermagnitudo 6,4 mengguncang Banten di kedalaman 10 KM pada Jumat, 2 Agustus 2019 malam. Guncangannya terasa hebat di sejumlah provinsi lainnya, termasuk Bengkulu dan Jakarta.
Ratusan warga Ibu Kota yang tengah berada di gedung tinggi berhamburan keluar karena panik.
Advertisement
Sehari kemudian, ada kabar beredar, Jakarta tengah dihantui guncangan susulan yang tak dapat diprediksikan.
Advertisement
Pakar Gempa Jojo Rahardjo mengatakan, apa yang terjadi di Banten pada Jumat malam kemarin, tidak dapat langsung berkorelasi dengan potensi gempa yang mengancam Jakarta. Namun, kata dia, hal ini bisa menjadi peringatan keras dari alam sesuai dengan pengamatan para ahli geologi dalam empat tahun terakhir.
"Gempa kemarin itu mengingatkan ada ancaman potensi gempa besar atau megathrust Selat Sunda ini," kata Jojo yang merupakan peneliti dari Tim Ekspedisi Sesar Palu-Koro itu saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (3/8/2019).
Terlebih, lanjut dia, memang sudah tiba waktunya siklus gempa 100 tahunan megathrust terjadi. Gempa megathrust berasal dari zona tumbukan lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
"Ini karena siklusnya sudah datang, yang di Sunda kan juga karena siklusnya sudah 100 tahun (setelah sebelumnya mengguncang sekuat magnitudo 8 pada 1908)," ujar Jojo.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tetap Tak Bisa Diprediksi Kapan Datang
Meski siklusnya dapat dibaca, Jojo menegaskan, datangnya gempa tidak dapat diprediksi dengan cara apapun. Semua hanya bisa diperkirakan lewat perhitungan siklus dan bagaimana kesiapan suatu wilayah menghadapinya.
Sayangnya, lanjut dia, Jakarta yang berpotensi terancam guncangan gempa kuat belum terlalu siap dengan hal tersebut.
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan geolog senior dari LIPI, Danny Hilman Natawidjaja. Kepada Liputan6.com, dia menilai, otoritas di Ibu Kota masih cuek.
"Anget-anget tahi ayam," kata Danny.
Dia mendesak Pemprov DKI harus menyiapkan infrastruktur yang memadai bila tidak ingin lumpuh 100 persen jika ancaman itu terjadi.
"Ini kan serius kita harus liat potensi kewaspadaan mititigasi, bayangkan kemarin saja magnitude 7 efeknya seperti itu gimana magnitude 9? Efeknya 1.000 kali lebih besar," ujar Danny.
Advertisement