KPK Sita Rumah hingga Blokir Rekening Emirsyah Satar

Emirsyah Satar juga diduga melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran USD

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Agu 2019, 18:50 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2019, 18:50 WIB
Ekspresi Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Saat Ditahan KPK
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar berada di dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019). (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah milik Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) di Pondok Indah senilai Rp 5.79 miliar. Selain rumah, KPK juga menyita apartemen Emirsyah di Singapura.

"Sejauh ini KPK berhasil melakukan penyitaan atas satu unit rumah yang beralamat di Pondok Indah, Jakarta. Selain itu, otoritas penegak hukum di Singapura juga telah mengamankan satu unit apartemen milik ESA," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Kuningan, Rabu (7/8/2019).

Selain menyita rumah dan apartemen, KPK juga memblokir sejumlah rekening dalam kasus ini. Pemblokiran diduga lantaran rekening tersebut menjadi alat transaksi suap.

"Dan melakukan pemblokiran atas beberapa rekening bank di Singapura," kata Syarif.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) dan Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo sebagai tersangka suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

Dalam pengembangan kasus ini, keduanya juga dijerat pasal Tindak Pidana Pencuciang Uang (TPPU).

Selain keduanya, KPK juga menjerat mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno sebagai tersangka suap.

KPK menemukan fakta uang suap yang diberikan Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Diduga Beli 4 Pabrikan Pesawat hingga 2013

KPK Periksa Mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar
Mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (kiri) saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/7/2019). Satar diperiksa sebagai tersangka terkait dugaan suap pengadaan mesin Rolls-Royce PLC asal Inggris untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Emirsyah Satar juga diduga melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran USD. Yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kemudian kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Seotikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut. Menerima uang dari empat pabrikan itu, Soetikno kemudian memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto.

Soetikno memberi Rp 5,79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya